DENPASAR — Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Wakil Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Wamenparekraf/Wakabaparekraf) Angela Tanoesoedibjo mengungkapkan manifestasi filosofi Tri Hita Karana menjadi modal utama dalam upaya menyukseskan pengembangan pariwisata regeneratif di Bali.
Wamenparekraf Angela dalam peluncuran Pameran Budaya bertajuk Water Civilization di Pura Tirta Empul, Bali, Rabu (3/4/2024) mengatakan arah pariwisata Indonesia ke depan yang diharapkan adalah pariwisata regeneratif, sebuah konsep yang juga mengakomodir pariwisata berkelanjutan.
“Kalau kita bicara pariwisata berkelanjutan, fokusnya adalah doing less harm. Tetapi ketika kita bicara pariwisata regeneratif itu kita ingin doing more good,” kata Angela.
Artinya kehadiran pariwisata bukan hanya sebagai sumber ekonomi semata namun lebih dari itu. Pariwisata hadir sebagai sumber pendorong kehidupan untuk semua. Mengupayakan kesejahteraan destinasi lokal, lingkungan, serta masyarakat di dalamnya.
Hal ini senada dengan prinsip hidup yang dianut oleh masyarakat Bali mengenai Tri Hita Karana, yang membangun hubungan harmonis antara manusia dengan Tuhan, dengan sesama, dan dengan alam.
“Jadi sebelum kita mengenal konsep pariwisata regeneratif, Bali sudah terlebih dahulu menganut konsep Tri Hita Karana,” kata Angela.
Berangkat dari hal tersebut, Quantum Temple bekerja sama dengan Kemenparekraf/Baparekraf, Wonderful Indonesia, Desa Manukaya Let, Dinas Pariwisata Kabupaten Gianyar dan Sui Network menghadirkan pameran budaya berbasis blockchain bertajuk “Water Civilization” di Pura Tirta Empul, sebuah situs warisan budaya dunia UNESCO.
“Luar biasa sekali ada platform berbasis blockchain technology untuk mendukung pariwisata regeneratif. Kita tahu generasi muda adaptif dengan teknologi,” ujar Angela.
Pameran “Water Civilization” yang berlangsung mulai April hingga September 2024 menawarkan pengalaman unik bagi wisatawan sekaligus menambah wawasan mengenai Pura Tirta Empul.
Tentunya pameran ini melibatkan 300 anak-anak muda dan komunitas kreatif yang berkontribusi membuat instalasi unik dan menarik yang terbuat dari bambu.
Untuk instalasi tersebut dipimpin oleh dua seniman muda dari Tampak Siring yaitu Ida Bagus Nyoman Surya Wigenem dan I Gusti Ngurah Dalem Rahmadi.
Di dalam instalasi ini, pengunjung dapat menikmati pameran arsip digital dari masa ke masa sehingga mengenal lebih dalam esensi air dalam peradaban Bali hingga sejarah Pura Tirta Empul.
Pengunjung juga diberi kesempatan untuk berbincang langsung dengan para pelestari pura dari Desa Manukaya Let untuk mendapatkan pengetahuan yang mendalam mengenai makna spiritual kegiatan melukat.
“Tentunya kita harapkan ini tidak berhenti di sini, tetapi semakin banyak lagi yang terakomodasi dalam platform ini. Dan bahkan tidak hanya di Bali tetapi di seluruh Indonesia,” kata Angela.
CEO dan Founder Quantum Temple Linda Adami mengungkapkan, pihaknya memiliki misi untuk membawa pariwisata regeneratif dengan melibatkan komunitas lokal melalui teknologi terdepan. Sehingga dampak yang diperoleh tercatat secara transparan.
“Kami berharap inisiatif ini dapat dirasakan dampaknya oleh generasi sekarang dan generasi masa depan,” kata Linda.
Quantum Temple adalah platform web 3.0 yang memperkenalkan dan melestarikan warisan budaya yang ada di seluruh dunia termasuk Indonesia melalui teknologi blockchain dalam bentuk NFT (Non Fungible Token).
Turut mendampingi Wamenparekraf, Direktur Industri Kuliner, Kriya, Desain, dan Fesyen Kemenparekraf/Baparekraf, Yuke Sri Rahayu dan Direktur Standarisasi dan Sertifikasi Usaha Kemenparekraf/Baparekraf, Hanifah Makarim.
Hadir pula Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Gianyar, I Wayan Gede Sedana Putra dan Kepala Bendesa Adat Manukaya Let yang diwakili oleh Dewa Juliana. (***)