Kondisi ekonomi dunia saat ini tengah dirundung ketidakpastian. Fragmentasi geoekonomi dan ketegangan geopolitik yang berlarut-larut menyebabkan perlambatan ekonomi global, termasuk Indonesia.
Berdasarkan laporan terbaru Badan Pusat Statistik (BPS), ekonomi Indonesia pada kuartal III-2024 mencatat pertumbuhan sebesar 4,95 persen (year on year/yoy) dan 1,5 persen (quarter to quarter/qtq), dengan pertumbuhan kumulatif sejak awal tahun mencapai 5,03 persen.
Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengakui, laju pertumbuhan kuartal III sedikit menurun dibandingkan kuartal sebelumnya. Namun dia tetap optimistis, perekonomian Indonesia bisa mencapai target 5 persen pada akhir tahun, sesuai asumsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Dalam konteks perekonomian global yang hanya tumbuh 3,2 persen pada 2024, di bawah rata-rata historis, harus diakui kondisi itu mencerminkan tantangan yang dihadapi banyak negara. Di Indonesia, tantangan ini menyebabkan kontraksi di sektor manufaktur selama empat bulan terakhir.
Purchasing Managers’ Index (PMI) Indonesia pada Oktober 2024 tetap di level 49,2, menunjukkan kondisi yang belum stabil. “Penyebab kontraksi manufaktur ini berkaitan dengan lemahnya daya beli masyarakat,” ujar Menko Airlangga.
Meskipun demikian, Indonesia masih menunjukkan ketahanan dibanding negara-negara lain di Asia dan dunia, dengan tingkat inflasi yang rendah sebesar 1,71 persen pada Oktober dan rasio utang terkendali di angka 39,4 persen. Dengan kinerja ini, artinya ekonomi Indonesia masih mengalami pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan Singapura (4,1 persen), Arab Saudi (2,8 persen), dan Meksiko (1,5 persen).
Menurut laporan BPS, pertumbuhan ekonomi kuartal III-2024 didukung oleh beberapa sektor kunci. Konsumsi rumah tangga tumbuh 4,91 persen dan memberikan kontribusi terbesar bagi PDB, didorong oleh peningkatan aktivitas di sektor perhotelan dan restoran.
Selain itu, Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) yang tumbuh 5,15 persen mencerminkan optimisme dalam investasi pemerintah dan swasta, terutama dalam proyek infrastruktur. Dari sisi lapangan usaha, sektor transportasi dan pergudangan mencatat pertumbuhan tertinggi sebesar 8,64 persen, seiring dengan peningkatan mobilitas dan kegiatan logistik.
Dalam hal kontribusi wilayah, seluruh kawasan mencatatkan pertumbuhan. Hanya saja, di wilayah Jawa, Kalimantan, Bali, dan Nusa Tenggara tampil lebih kuat dibanding Sumatra, Sulawesi, dan Maluku-Papua, yang relatif mengalami pelambatan.
Sektor akomodasi dan makanan-minuman juga menunjukkan hasil positif, yang terdorong oleh kunjungan wisatawan dan event internasional, seperti Motor GP Mandalika dan Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI.
Upaya Pemerintah
Pemerintah menyadari pentingnya mengakselerasi pertumbuhan pada kuartal IV-2024. Oleh karena itu, telah disiapkan beberapa kebijakan strategis dengan sejumlah pemanis.
Pertama, pemerintah berupaya mempertahankan daya beli dengan memperpanjang insentif fiskal, termasuk PPN DTP dan PPnBM DTP untuk sektor properti dan otomotif, serta peningkatan kuota program FLPP untuk sektor perumahan.
Kedua, pemerintah memperkuat hilirisasi sumber daya alam untuk meningkatkan nilai tambah pada 26 komoditas unggulan. Selain itu, langkah-langkah untuk mendorong daya saing ekonomi nasional dilakukan melalui percepatan proyek strategis nasional, pengembangan kawasan industri, dan insentif pajak seperti tax holiday, yang kini berlaku lewat Peraturan Menteri Keuangan nomor 69 tahun 2024.
Diharapkan, hal itu mampu mendukung sektor manufaktur, yang saat ini berada dalam fase kontraksi akibat lemahnya permintaan domestik dan ketidakpastian pasar global. Berkaitan dengan kinerja triwulan III, Bank Indonesia (BI) menilai, pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap terjaga berkat stabilitas permintaan domestik.
Konsumsi rumah tangga, yang tumbuh sebesar 4,91 persen, dipengaruhi oleh daya beli yang terjaga dan mobilitas masyarakat yang terus meningkat. Sementara itu, investasi dalam pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara turut memberikan kontribusi penting bagi pertumbuhan.
BI memperkirakan ekonomi Indonesia dapat tumbuh dalam rentang 4,7–5,5 persen hingga akhir tahun, dengan konsumsi pemerintah yang tumbuh 4,62 persen dan ekspor yang meningkat 9,09 persen (yoy). Kontribusi dari ekspor jasa turut meningkat, didorong oleh lonjakan kunjungan wisatawan asing.
Meski ada beberapa indikator positif, kontraksi PMI Manufaktur yang berlarut-larut menuntut perhatian khusus. Dalam empat bulan terakhir, manufaktur Indonesia belum mampu keluar dari tekanan. Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menekankan bahwa ekonomi Indonesia tumbuh secara kumulatif sebesar 5,03 persen dari Januari hingga September 2024, meski sektor manufaktur masih berada dalam fase koreksi.
Dalam konteks ini, imbauan Kementerian Perindustrian agar seluruh pemangku kepentingan untuk berkolaborasi dalam memulihkan sektor manufaktur, yang menjadi tulang punggung ekonomi nasional, tentu patut diapresiasi dan didukung. Untuk jangka panjang, rencana pemerintah melakukan reformasi struktural yang melibatkan efisiensi rantai pasok, pengurangan biaya produksi, dan pemberian insentif pajak guna mendorong investasi di sektor padat karya dan manufaktur berteknologi tinggi juga patut dihargai.
Dari gambaran di atas, patut disyukuri ekonomi Indonesia masih menunjukkan ketahanan untuk tetap mempertahankan pertumbuhan ekonominya. Dengan dukungan kebijakan pemerintah yang tepat dan langkah-langkah strategis dari sektor publik serta swasta, ada optimisme bahwa ekonomi Indonesia dapat terus bertumbuh hingga akhir tahun.