Kerajinan tenun menjadi bagian penting dari kebudayaan Indonesia, meskipun asalnya bukan dari Indonesia. Keterampilan ini telah ada sejak sebelum Masehi dan berkembang pesat di Indonesia. Setiap daerah mengembangkan motif dan warna tenun yang khas, mencerminkan kebudayaan lokal.
Salah satu contoh tenun tradisional yang masih lestari adalah tenun Badui. Di Kampung Kadu Ketug, Desa Kanekes, Lebak, Banten, perempuan Badui, terutama remaja, tetap menenun sebagai cara membantu pendapatan keluarga. Menenun menjadi aktivitas ekonomi yang penting, di mana kain tenun dihargai antara Rp150.000 hingga Rp700.000 per lembar, tergantung motifnya.
Perajin seperti Neng dan Munah menghasilkan pendapatan cukup besar dari kerajinan ini, dengan Neng mampu menghasilkan hingga Rp3 juta per pekan. Kain tenun Badui, yang kaya dengan motif khas seperti poleng hideung, poleng paul, dan aros, juga menjadi daya tarik wisatawan, baik domestik maupun mancanegara.
Motif kain tenun ini tidak hanya simbol estetika, tetapi juga mencerminkan filosofi masyarakat Badui yang sangat menghargai alam, terutama hutan di kawasan Gunung Kendeng. Pemerintah setempat aktif mempromosikan produk tenun Badui untuk mendukung ekonomi dan melestarikan budaya lokal melalui berbagai pameran.
Selain memberikan penghasilan, menenun juga menjadi sarana pelestarian adat dan identitas masyarakat Badui yang terus dijaga turun-temurun.