Program digitalisasi adalah proses inovasi, salah satu tujuannya untuk mencegah terjadinya penyimpangan BBM bersubsidi yang disalurkan pemerintah.
Pemerintah tetap mempertahankan alokasi anggaran subsidi bahan bakar minyak (BBM). Untuk itu, ditetapkan total volume BBM bersubsidi yang dialokasikan pada 2025 mencapai 19,41 juta kiloliter (kl). Rinciannya, minyak tanah sebesar 0,52 juta kl, dan minyak solar sebesar 18,89 juta kl. Sementara itu, untuk LPG 3 kg, pemerintah mengalokasikan volume sebesar 8,2 juta metrik ton.
Adapun penetapan alokasi subsidi ini menurun dibanding dengan target tahun sebelumnya sebesar 19,58 juta kl, didorong oleh rencana efisiensi penyaluran BBM Bersubsidi 2025 agar lebih tepat sasaran. Pemerintah sendiri telah mengusulkan untuk mempertahankan besaran subsidi untuk solar sebesar Rp1.000 per liter pada 2025. Keputusan ini diambil setelah mempertimbangkan dampak sosial dan ekonomi dari kenaikan harga BBM.
Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) mengalokasikan kuota BBM bersubsidi bagi kelompok nelayan kecil/sektor perikanan atau Jenis BBM Tertentu (JBT) Solar nelayan sekitar 2,3 juta–2,4 juta kl pada tahun ini. Pasalnya, BPH Migas masih terus mendata jumlah realisasi yang sebenarnya dari penyerapan solar bersubsidi dari para nelayan yang sesuai penerima manfaat dari BBM bersubsidi tersebut.
Dalam beberapa tahun terakhir, sebagian besar nelayan tidak mengambil jatah solar bersubsidi itu di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum Nelayan (SPBUN). Hasil penelitian Seknas Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), Perkumpulan Inisiatif, International Budget Partnership, dan Kota Kita sepanjang 2016–2021 bahwa di sektor kelautan dan perikanan, pemerintah telah mengalokasikan kuota solar untuk nelayan pemilik kapal 30 GT ke bawah dengan jumlah rata-rata 1,96 juta kl per tahun atau sekitar 12 persen dari total kuota JBT Solar yang disubsidi.
Namun, selama bertahun-tahun, realisasi subsidi BBM yang sampai ke nelayan rerata hanya 26 persen. Sisanya, sebagian besar 74 persen diduga diserap oleh sektor lain seperti transportasi laut lainnya atau transportasi darat. Sayangnya, sebanyak 82 persen nelayan akses tidak bisa mengakses bantuan solar bersubdisi tersebut akibat kerumitan proses administrasi dan ketidaktahuan informasi program BBM murah untuk nelayan.
Menyikapi realitas tersebut pemerintah tidak tinggal diam. Kepala BPH Migas Erika Retnowati menegaskan, BPH Migas tengah berupaya meningkatkan efisiensi dan akurasi distribusi melalui peluncuran aplikasi BPH Migas bernama XTAR. Dengan begitu, langkah ini diambil sebagai respons terhadap kendala yang selama ini dihadapi terkait pendataan dan penyaluran BBM bersubsidi kepada nelayan. Selama ini surat rekomendasi itu dibuat secara manual, sekarang nelayan cukup menggunakan aplikasi XTAR.
Selain itu, BPH Migas turut memberikan kemudahan dalam peraturan terbaru mereka, yakni Peraturan BPH Migas nomor 2 tahun 2023 tentang Penerbitan Surat Rekomendasi. Salah satu isinya mengenai memperpanjang jangka waktu berlakunya surat rekomendasi dari yang sebelumnya hanya satu bulan menjadi maksimal tiga bulan.
Kemudian, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) juga turut mendukung upaya terjadinya kebocoran BBM bersubsidi nelayan kepada golongan yang tidak berhak dengan membuat digitalisasi penyaluran solar bersubsidi nelayan. Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan Lotharia Latif mengatakan, digitalisasi ini merupakan sebuah proses inovasi untuk mencegah terjadinya penyimpangan BBM bersubsidi yang disalurkan pemerintah.
Pihak KKP mendorong penggunaan sistem QR Code melalui aplikasi mypertamina bagi kalangan nelayan kecil untuk pembelian solar bersubsidi. Tentunya data nelayan yang memiliki QR Code sudah terdaftar di KKP dan Dinas Perikanan dan Keluatan daerah setempat. Edukasi dan sosialisasi oleh pemerintah terus digencarkan agar para nelayan makin terbiasa.
“Mungkin para nelayan belum familiar dengan sistem ini. Namun ini menjadi upaya pemerintah untuk mencegah kecurangan,” ujar Lotharia Latif di Jakarta, Selasa (15/10/2024).
Pihak KKP juga ikut membangun SPBUN. Salah satunya di sentra perikanan Jawa Tengah di Pemalang. Dengan adanya SPBUN tersebut diharapkan dapat mengatasi permasalahan nelayan kecil terkait kebutuhan solar murah di wilayah kecamatan Ulujami, Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah.
Saat ini, total keseluruhan SPBUN di tanah air mencapai 404 unit SPBUN yang sudah beroperasi dari Sabang sampai Merauke hingga Talaud dan Pulau Rote. Selain 404 SPBUN tersebut terdapat 64 unit lainnya tengah dalam tahap pembangunan.
Penyaluran Solar Subsidi
Dukungan penyaluran solar subsidi juga datang dari BUMN. Salah satunya PT Perikanan Indonesia sebagai anggota holding BUMN pangan ID Food ikut serta mendistribusikan BBM bersubsidi untuk operasional kapal nelayan kecil.
”Kami berkomitmen menjaga dan mengupayakan inklusivitas nelayan melalui ketersediaan bahan bakar minyak subsidi untuk operasional melaut para nelayan di Indonesia,” kata Direktur Utama PT Perikanan Indonesia Sigit Muhartono.
BUMN perikanan itu mendistribusikan BBM yang terjangkau melalui SPBUN di tiga wilayah kerja perusahaan, yakni di Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan, Jawa Tengah; Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong, Jawa Timur; dan Pelabuhan Perikanan Nusantara Prigi, Jawa Timur.
Pada 2024, PT Perikanan Indonesia mendapatkan kuota BBM subsidi dari PT Pertamina Patra Niaga, atas rekomendasi Dinas Perikanan setempat sebanyak 1.128 kl per bulan yang harus didistribusikan tepat sasaran kepada nelayan dengan tonase kapal di bawah 30 GT.
Rinciannya, PT Perikanan Indonesia menyuplai 736 kl BBM setiap bulan kepada nelayan di Brondong melalui SPBUN 02 Brondong Lamongan dan sebanyak 248 kl per bulan kepada nelayan di Prigi melalui SPBUN Pelabuhan Perikanan Nusantara Prigi Trenggalek.
Selain itu, PT Perikanan Indonesia juga memasok 144 kl BBM kepada nelayan di Pekalongan melalui Stasiun Pengisian Bahan Bakar Bunker (SPBB) Krapyak, Pekalongan.
Tahun ini, kuota solar bersubsidi dalam APBN dipagu 19 juta kl, sedangkan alokasinya diperkirakan hanya 17,96 juta kl lantaran masih adanya cadangan yang belum diserap sebanyak 1,03 juta kl. Termasuk di dalamnya adalah penyaluran bagi nelayan kecil. Sektor lainnya yang berhak menerima BBM bersubsidi adalah sektor transportasi, UMKM, layanan publik, dan pertanian.
Sementara itu, BPH Migas menyebut penyerapan solar subsidi sampai dengan akhir tahun ini diproyeksikan mencapai 17,88 juta kl atau 99,50 persen dari total alokasi. Sedangkan, proyeksi kuota JBT solar diperkirakan mencapai 18,33 juta kl-19,44 juta kl pada 2025.