JAKARTA–Tanaman kecubung biasa mudah ditemukan di desa-desa karena tanaman itu termasuk liar. Meski begitu ada juga yang memeliharanya karena tertarik oleh warna bunganya.
Kalangan muda biasa mengaku bermain-main dengan tanaman kecubung. Ada yang mengonsumsi buahnya dalam jumlah tertentu, ada juga yang meremas-remas daunnya untuk kemudian dioleskan ke bagian tubuh tertentu.
Umumnya akibat ‘main-main’ itu terjadi efek mabuk dengan tingkat tertentu, ditandai dengan halusinasi.
Kalangan yang kerap ‘bermain-main’ dengan kecubung mungkin akan bersikap berbeda jika mendengar di Kalimantan Selatan sebanyak 47 orang harus dirawat di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) diduga gara-gara kecubung.
Kecubung memang tidak seharusnya dibuat ‘main-main’. Ketua Perkumpulan Dokter Pengembang Obat Tradisional Jamu Indonesia (PDPOTJI), Dr. (Cand.) dr. Inggrid Tania, M.Si, menyatakan bahwa kecubung digolongkan sebagai tanaman beracun.
Karena itu menurutnya kecubung sudah tidak digunakan lagi sebagai salah satu obat tradisional karena efek sampingnya yang berbahaya.
“Sekarang ini, kecubung tidak dianjurkan lagi sebagai obat tradisional dan digolongkan sebagai tanaman beracun,” kata Inggrid, dikutip dari Antara, Selasa (16/07/24).
Diakuinya kecubung secara tradisional biasa digunakan sebagai obat tradisional untuk menambah stamina dan meredakan nyeri pada bagian tubuh tertentu.
Daun kecubung diremas, kemudian ditempelkan ke dahi atau di atas kulit yang ototnya mengalami pegal linu.
Menurutnya kecubung dapat menimbulkan halusinasi, meningkatnya gairah seksual secara tiba-tiba, gangguan denyut jantung sampai mengalami kematian.
“Efek dan durasinya itu bisa berbeda-beda pada setiap orang, jadi walaupun tidak diminum dan hanya ditempel, pada beberapa orang bisa menimbulkan psikoaktif. Ini yang berbahaya,” ucap Inggrid. (*)