Anggota Komisi VI DPR RI Mufti Aimah Nurul Anam mendesak peningkatan anggaran pengawasan terhadap Badan Usaha Milik Negara (BUMN) serta meminta kejelasan pembagian peran antara Kementerian BUMN dan Danantara. Hal tersebut disampaikan dalam Rapat Kerja bersama Menteri BUMN Erick Thohir di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Rabu (8/7/2025).
Mufti mengingatkan bahwa sejak Erick Thohir menjabat pada periode pertama, Komisi VI telah berkali-kali mengkritik minimnya anggaran pengawasan yang dinilai membuka peluang terjadinya kecurangan di lingkungan BUMN.
“Kami sering ingatkan dari dulu bahwa anggaran pengawasan terlalu kecil. Karena itu, banyak sekali fraud di BUMN-BUMN yang baru belakangan ini terbongkar. Dengan anggaran sekarang yang lebih baik (tahun 2026), kami berharap pengawasan lebih ketat agar BUMN ke depan jauh lebih sehat,” ujarnya.
Ia juga menyoroti meningkatnya dominasi Danantara dalam pengelolaan aset BUMN, yang menurutnya berpotensi melemahkan fungsi dan kewenangan Kementerian BUMN. Mufti menilai publik kini melihat peran strategis BUMN lebih banyak dijalankan Danantara, bukan kementerian.
“Di satu sisi, rasanya seperti Kementerian BUMN ini jadi macan ompong. Kami ingin dipertegas, sebenarnya apa tugas Kementerian BUMN dan apa tugas Danantara?” ujarnya.
Ia menilai keberhasilan Menteri Erick Thohir dalam mentransformasi BUMN tidak seharusnya diimbangi dengan pergeseran kewenangan ke badan lain. Mufti mencatat kenaikan laba konsolidasi BUMN dari Rp13 triliun pada 2020 menjadi Rp304 triliun pada 2024, serta rekor dividen senilai Rp85,5 triliun, sebagai bukti capaian positif Kementerian BUMN di bawah kepemimpinan Erick.
“Kalau semua peran kementerian dialihkan ke Danantara, kenapa tidak sekalian saja menterinya diganti dengan Menteri Danantara? Ini supaya jelas. Karena kami melihat transformasi di tangan Pak Erick sebenarnya sudah sangat bagus,” tegas politisi dari Fraksi PDI Perjuangan tersebut.
Rapat kerja tersebut menjadi momentum bagi DPR untuk mendorong pembenahan tata kelola BUMN secara sistemik dan mencegah tumpang tindih kewenangan antara Kementerian dan entitas pengelola aset seperti Danantara.