Sebutlah kata Wanam! Salah satu kampung di Distrik Ilwayab, Kabupaten Merauke, Provinsi Papua Selatan, Indonesia, itu mendadak jadi pusat perhatian secara nasional pada Ahad (3/11/2024).
Hari itu, Wanam menjadi tujuan utama kunjungan perdana Presiden Prabowo Subianto yang dilantik pada 20 Oktober 2024. Satu langkah yang diklaim sebagai bentuk penegasan komitmen pemerintah terhadap swasembada pangan.
Presiden Prabowo menyambangi dan berbincang langsung dengan warga Desa Telaga Sari, Distrik Kurik, Kabupaten Merauke. Di sana Presiden Prabowo melihat langsung proses tanam padi dari atas menara pandang, bersama Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman. Keduanya tampak serius mengamati langkah-langkah teknis yang dilakukan para petani di lapangan.
Tidak hanya itu, Presiden Prabowo turut menyaksikan proses panen padi dengan menggunakan mesin pemanen gabungan, alat pemanen modern yang mempermudah pekerjaan petani di Merauke. Bahkan, Presiden Prabowo sempat menaiki alat tersebut dan mencoba langsung proses panen padi.
Petrus, petani di Desa Telaga Sari, Distrik Kurik, Kabupaten Merauke, salah desa yang dikunjungi Presiden mengungkapkan rasa terima kasihnya atas hasil yang lebih baik berkat program dan bantuan dari pemerintah. Ia menambahkan bahwa sebelum ada bantuan, hasil panen hanya sekitar 2 ton gabah. Kini dengan lahan yang luas, hasil panen meningkat menjadi 7 hingga 8 ton.
“Bersyukur sudah diberikan program ini untuk kami masyarakat petani di Merauke, terima kasih yang sedalam-dalamnya saya ucapkan karena program ini peningkatan hasil panen kami bertambah, mengucap syukur dan terima kasih untuk program yang diadakan di Kabupaten Merauke,” ujar Petrus.
Mengapa Wanam?
Di Wanam, saat ini ada 100 ribu hektar lahan yang tengah digarap secara serius sebagai bagian dari program cetak sawah satu juta hektar dan digadang-gadang Presiden Prabowo akan memperkuat ketahanan pangan nasional. Lahan tersebut digarap oleh Jhonlin Group di bawah pimpinan Andi Samsudin Arsyad atau Haji Isam.
Proyek itu menjadi langkah strategis pemerintahan Presiden Prabowo dan Kabinet Merah Putih dalam mewujudkan ketahanan pangan, khususnya di wilayah Indonesia Timur. Wanam dipilih karena memiliki potensi lahan yang luas dan subur, serta kondisi geografis yang mendukung untuk pengembangan pertanian skala besar.
Selain itu, wilayah Papua Selatan juga memiliki cuaca tropis yang memungkinkan kegiatan pertanian berlangsung sepanjang tahun. Wanam terletak di Kabupaten Merauke, yang merupakan bagian dari Provinsi Papua Selatan.
Daerah itu didominasi oleh dataran rendah dengan ketinggian antara 0 hingga 55 meter di atas permukaan laut, dan topografinya mencakup rawa-rawa serta aliran sungai besar seperti Sungai Maro. Kawasan ini memiliki iklim tropis lembap dengan curah hujan tinggi, cocok untuk pertanian padi dalam program cetak sawah.
Provinsi Papua Selatan sendiri mencakup luas sekitar 120.270,11 km persegi;, dan Kabupaten Merauke menjadi wilayah administratif terluas di Indonesia dengan luas mencapai 46.791,63 km persegi;. Jumlah penduduk di wilayah ini masih rendah dibandingkan daerah lain di Indonesia, dengan kepadatan rata-rata sekitar 7,27 jiwa/km persegi;, yang membuatnya cukup jarang penduduk meskipun area geografisnya luas.
Topografi dataran rendah serta akses pada sumber air alami di Wanam menjadikannya lokasi strategis untuk pengembangan proyek agrikultur seperti cetak sawah satu juta hektar, yang kini diprioritaskan sebagai bagian dari agenda ketahanan pangan nasional di bawah pemerintahan Prabowo Subianto.
Pemerintah melihat potensi besar untuk membangun Papua Selatan sebagai pusat produksi pangan yang tidak hanya memenuhi kebutuhan nasional tetapi juga berkontribusi pada stabilitas pangan di masa depan. Dalam kunjungannya, Presiden Prabowo menegaskan pentingnya ketahanan pangan sebagai pondasi kemandirian bangsa, terutama di tengah ancaman perubahan iklim global yang dapat mengganggu pasokan pangan internasional.
Kemandirian Pangan
Proyek cetak sawah di Wanam merupakan bagian dari visi besar Kabinet Merah Putih untuk memperluas lahan pertanian guna mencapai kemandirian pangan. Di tengah ketergantungan Indonesia pada impor pangan, proyek ini bertujuan untuk memperkuat produksi beras dalam negeri.
Dalam beberapa bulan terakhir, Jhonlin Group, perusahaan milik Haji Isam, membawa ribuan alat berat dan tenaga ahli ke Papua untuk mengolah lahan di sana. Melalui proyek ini, diharapkan dapat membuka lapangan kerja bagi masyarakat lokal, meningkatkan kesejahteraan mereka, serta mendukung peningkatan produktivitas pangan nasional.
Selain aspek ekonomi, proyek ini juga melibatkan konsultasi dengan masyarakat adat dan berbagai pemangku kepentingan untuk memastikan pengelolaan lahan tetap selaras dengan nilai-nilai lokal. Keberhasilan proyek ini tidak hanya diukur dari seberapa besar sawah yang dicetak, melainkan juga dari dampaknya terhadap kehidupan sosial-ekonomi masyarakat Papua Selatan.
Sejarah Cetak Sawah
Cetak sawah di Indonesia sebenarnya memiliki sejarah panjang, yang dimulai sejak masa Orde Baru dengan ambisi besar menuju swasembada pangan. Berlandaskan Keppres nomor 54 tahun 1980 tentang Kebijaksanaan Mengenai Pencetakan Sawah, pada masa Presiden Soeharto, banyak lahan baru dicetak, termasuk di luar Jawa, seperti di Lombok, Kalimantan, dan Sumatra.
Sebagian berjalan baik. Hanya saja di masa lalu, proyek-proyek itu sering terkendala masalah teknis, sosial, dan lingkungan, termasuk kurangnya infrastruktur irigasi dan kesulitan dalam mengelola lahan secara berkelanjutan. Satu di antaranya yang gagal adalah Proyek Pengembangan Lahan Gambut (PLG) Satu Juta Hektar di Kalimantan Tengah yang digagas Menteri Transmigrasi dan Pemukiman Perambah Hutan (PPH) Siswono Yudo Husodo.
Selama beberapa dekade, cetak sawah menjadi bagian dari strategi swasembada. Namun tidak jarang, kegagalan terjadi karena minimnya perencanaan matang serta kesulitan teknis di lapangan. Nah berbeda dari proyek masa lalu, cetak sawah di Wanam dirancang dengan pendekatan yang lebih holistik, melibatkan pemerintah, swasta, serta masyarakat lokal untuk menciptakan model pertanian yang efisien dan berkelanjutan.
Kini, di era Presiden Prabowo, proyek cetak sawah satu juta hektare dimulai di Wanam merupakan simbol harapan besar bagi ketahanan pangan Indonesia. Dengan melibatkan teknologi modern dan pendekatan pembangunan berkelanjutan, proyek ini diharapkan bisa menjadi model untuk proyek serupa di seluruh negeri.
Presiden Prabowo menyatakan bahwa selain untuk memenuhi kebutuhan pangan jangka pendek, proyek itu juga untuk membangun kemandirian jangka panjang dalam menghadapi krisis pangan global. Meski begitu, tantangan masih ada. Beberapa pihak menyoroti pentingnya analisis dampak lingkungan (amdal) yang menyeluruh untuk memastikan kelestarian ekosistem Papua, termasuk perlindungan terhadap flora dan fauna setempat.
Terkait hal itu, pemerintah dan Jhonlin Group menyatakan komitmen mereka untuk menjalankan proyek ini dengan tetap menjaga keseimbangan lingkungan dan berkomitmen pada prinsip-prinsip keberlanjutan. Wanam di Papua Selatan kini bukan lagi sekadar wilayah geografis, melainkan menjadi ikon dari perjuangan baru untuk ketahanan pangan nasional.
Proyek itu bukan sekadar proyek pencetakan sawah, melainkan bagian dari misi besar untuk mempersiapkan Indonesia menghadapi tantangan ketahanan pangan di masa depan. Harapannya, inisiatif ini dapat menjadi bukti komitmen pemerintah terhadap kesejahteraan dan kemandirian masyarakat Indonesia.
Melalui proyek cetak sawah satu juta hektare, Presiden Prabowo dan Kabinet Merah Putih berupaya menjadikan Wanam sebagai contoh nyata dari semangat kemandirian pangan Indonesia. Tidak hanya menjadi warisan bagi generasi saat ini, proyek itu juga sebagai upaya menjaga kelangsungan hidup dan kesejahteraan generasi yang akan datang.