Dari sebuah rumah sederhana di sudut kota Ponorogo, kisah luar biasa seorang pemuda bernama Avan Ferdiansyah Hilmi menembus batas keterbatasan ekonomi dan menginspirasi Indonesia. Tak kurang dari 100 piala berjajar rapi di ruang tamu rumah itu—bukan simbol kemewahan, melainkan jejak perjuangan dan karakter tak tergoyahkan.
Avan, siswa berprestasi SMA Negeri 1 Ponorogo, resmi diterima di Institut Teknologi Bandung (ITB) jurusan Ilmu dan Teknologi Kebumian melalui jalur Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP). Di balik keberhasilannya, ia dibesarkan oleh pasangan Eko Yudianto dan Ummi Latifah, penjual es keliling yang setiap hari menyusuri kawasan sekolah.
“Saya tidak ingin menjadikan keterbatasan ekonomi sebagai alasan untuk berhenti bermimpi. Justru itu jadi bahan bakar saya untuk berjuang lebih keras,” ujar Avan dalam pernyataan tertulis yang diterima InfoPublik, Rabu (16/7/2025).
Minat Avan terhadap kompetisi akademik tumbuh sejak duduk di bangku kelas 2 SD. Namun jalannya tidak mudah. Ia kerap gagal di tahap awal, tak jarang terhenti di tingkat kabupaten. Meski begitu, ia terus mencoba, belajar dari kekalahan, dan menjadikan setiap kegagalan sebagai tangga menuju kemenangan.
“Saya tahu, prestasi bukan soal instan. Harus jatuh bangun dulu,” kenangnya.
Puncaknya datang saat ia berhasil lolos hingga tingkat nasional Olimpiade Sains Nasional (OSN) bidang kebumian—capaian yang membawanya diterima di ITB. Selain OSN, Avan juga aktif mengikuti Olimpiade Penelitian Siswa Indonesia (OPSI) dan mengumpulkan sekitar 100 prestasi akademik dari berbagai bidang, terutama sains dan riset.
Bagi Avan, prestasi adalah karakter, bukan sekadar hasil akhir. Ia meyakini bahwa semangat belajar harus berjalan berdampingan dengan gaya hidup sehat dan disiplin. Setiap hari ia menjalankan kebiasaan positif: bangun sebelum matahari terbit, sarapan bergizi, belajar mandiri, hingga tidur tepat waktu.
“Saya percaya, keberhasilan akademik harus ditopang gaya hidup yang seimbang. Mental dan fisik harus dijaga sama-sama,” ujarnya.
Avan juga memuji kehadiran platform Sistem Informasi Manajemen Talenta (SIMT) yang menurutnya sangat membantu pencatatan dan pengakuan prestasi siswa secara nasional. “Ini motivasi besar buat kami yang berjuang dari daerah,” tuturnya.
Di balik keberhasilannya, Avan tak pernah melupakan peran guru dan orang tua. Ayah dan ibunya, meski bekerja keras menjajakan es, tak pernah absen memberi semangat. Sementara para guru di SMA Negeri 1 Ponorogo selalu membuka ruang untuk eksplorasi dan pembinaan karakter.
“Saya sangat berterima kasih kepada semua guru saya, dari SD hingga SMA. Mereka bukan hanya mengajar, tapi membimbing saya menjadi pribadi yang lebih kuat,” katanya.
Kini, dengan semangat yang menyala dan cita-cita menjadi peneliti di bidang kebumian, Avan melangkah ke salah satu kampus terbaik di Indonesia. Ia ingin membuktikan bahwa anak pedagang keliling pun bisa menembus gerbang ITB.
“Saya ingin orang tua saya bangga. Saya ingin memberi sesuatu untuk bangsa ini. Jangan pernah takut gagal atau mencoba hal baru. Di situlah kita menemukan potensi terbaik kita,” tutupnya dengan penuh keyakinan.
Dari Ponorogo, Avan Ferdiansyah Hilmi membawa pesan yang tak terbantahkan: keterbatasan bukan akhir cerita, tapi justru awal dari mimpi besar yang bisa diraih dengan keberanian, disiplin, dan semangat yang tak padam.