KISAH PAK SIS MENYEDUH KEJUJURAN RASA KOPI SENDURO

Ekonomi, Fokus, Regional28 Dilihat

Di sudut Desa Senduro, Kabupaten Lumajang, berdiri sebuah kedai kayu sederhana dengan atap seng dan tanpa papan nama mencolok. Tak ada mesin espresso bersuara bising, tak tampak barista dengan seragam trendi. Namun dari tempat yang sunyi inilah, Pak Siswanto—akrab disapa Pak Sis—menyeduh lebih dari sekadar kopi: ia menyeduh kesadaran, meracik filosofi, dan menyajikan kejujuran rasa.

“Kopi, cobalah dulu tanpa gula. Rasa sejatinya ada di situ,” ucapnya pada Minggu (13/7/2025), sembari menuangkan cairan hitam hangat ke cangkir keramik. Bukan nasihat kosong, melainkan ajakan untuk kembali pada rasa yang utuh, tanpa manipulasi pemanis.

Kedai itu, yang mulai dikenal sebagai “Kopi Lereng Semeru”, tidak berdiri untuk ikut tren third wave coffee. Pak Sis membangun tempat ini sebagai bentuk perlawanan halus terhadap budaya instan. Ia membeli langsung biji arabika dari petani lokal di Senduro dan Pronojiwo, menyangrai sendiri, menggiling secara manual, lalu menyeduh dengan teknik tradisional yang menghubungkan petani dan peminum dalam satu tarikan rasa.

“Biji ini hasil kerja keras orang tua kita. Layak dihargai dengan seduhan yang benar,” ujarnya tegas.

Gula tak pernah dicampur. Ia disajikan terpisah—sebagai pilihan, bukan keharusan. Menurut Pak Sis, rasa sejati seharusnya tidak ditutup-tutupi. “Kita arahkan, bukan memaksa. Kalau sudah sadar, orang akan cari rasa sejatinya sendiri,” tambahnya.

Kedai ini telah menjelma menjadi semacam sekolah rasa. Anak muda, petani, pelancong, semua duduk setara di bangku kayu panjang, menyeruput hangatnya kopi dan pelajaran hidup dalam diam. Tak ada WiFi. Tak ada speaker musik. Yang ada hanya percakapan, atau keheningan, dan uap kopi yang naik perlahan ke langit Senduro.

Pak Sis mengibaratkan kopi sebagai metafora hidup. Banyak yang terbiasa dengan “pemanis instan”—baik dalam minuman maupun dalam keputusan hidup. Maka dari itu, melalui kopi murni, ia ingin menyentil kembali kesadaran kolektif: bahwa kejujuran kadang memang pahit, tapi menyehatkan jiwa.

Lebih dari sekadar tempat ngopi, kedai Pak Sis menggerakkan ekonomi lokal. Dengan harga terjangkau, ia menyambungkan hasil panen petani dengan pasar yang adil. Ia tak mengejar rating media sosial, tak pula memoles tampilan kedai. Tapi dari situ justru lahir kekuatan: kedai ini menjadi ruang pemulihan nilai, tempat orang-orang kembali belajar menghargai proses, rasa, dan keterhubungan antarmanusia.

Ketika kabut tipis turun dan suhu Lereng Semeru menembus belasan derajat, Pak Sis menyalakan tungku kecil dan menyeduh kembali. Bukan hanya untuk menghangatkan tubuh, tapi untuk merawat harapan. Di balik cangkir yang disodorkannya, tersimpan pesan sunyi: bahwa dari sebuah kedai kecil, revolusi rasa bisa dimulai—perlahan, jujur, dan tak lekang oleh waktu.