IPHONE RAIB DI KABIN GARUDA: DPR GERAH, GARUDA HARUS MINTA MAAF TERBUKA

Fokus, Hukum, Nasional9 Dilihat

Kasus raibnya iPhone milik penumpang Garuda Indonesia di rute Jakarta–Melbourne pada 6 Juni 2025 belum juga surut dari pembicaraan publik. Insiden yang sempat bikin heboh jagat maya itu kini berubah jadi amunisi kritik di rapat Komisi VI DPR RI yang sedang melakukan kunjungan kerja reses di Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, Kamis lalu.

Di forum resmi yang dihadiri Direktur Utama Garuda Indonesia, Wamildan Tsani, suara anggota dewan meninggi. Imas Aan Ubudiah, anggota Komisi VI, tak menutupi kekesalannya. Menurutnya, kasus kehilangan ponsel pintar di pesawat kebanggaan negara jelas mencoreng reputasi Indonesia di mata turis mancanegara.

“Kalau dibiarkan, ini bisa bikin malu. Masa kru berani main ambil barang penumpang? Lalu turis apa nggak mikir seribu kali ke Mandalika?” sindir Imas, menyinggung Kawasan Ekonomi Khusus Mandalika, NTB, yang sedang digenjot jadi magnet wisatawan.

BUMN Holding InJourney yang membawahi sektor aviasi dan pariwisata pun kena semprit. Komisi VI meminta InJourney turun tangan membenahi standar layanan, bukan sekadar menambal malu dengan sanksi kilat.

Garuda Indonesia memang bergerak cepat—awak kabin yang bertugas saat insiden mencuat langsung dicopot sementara. Tapi bagi Mufti Anam, anggota Komisi VI lainnya, langkah itu belum cukup bikin penumpang lega.

“Yang bikin kami geleng-geleng kepala, kenapa Garuda nggak gentle? Mana pernyataan maaf terbuka? Mana kompensasi?” cetus Mufti, menatap langsung ke Dirut Garuda.

Cerita iPhone lenyap di kabin Garuda bermula dari laporan penumpang usai mendarat di Melbourne. Melalui fitur Find My iPhone, ponsel itu terlacak nyangkut di tempat menginap kru Garuda. Tak cuma itu, jejak digitalnya pun sempat terendus nyemplung di sungai Melbourne—diduga sengaja dibuang pelaku.

Setelah kabar ini meledak di media sosial, Garuda buru-buru minta maaf dan membekukan sementara kru penerbangan GA-716. Investigasi internal digelar 6–18 Juni, berkoordinasi dengan berbagai pihak. Hasilnya? Tidak ditemukan bukti langsung awak kabin terlibat—begitu klaim manajemen Garuda.

Tapi di hadapan para wakil rakyat, jawaban itu tidak serta merta menutup lubang krisis kepercayaan. Komisi VI mendesak Garuda membuat permintaan maaf resmi, menanggung kerugian penumpang, hingga merombak standar rekrutmen dan pelatihan awak pesawat.

Bagi publik, peristiwa ini bisa jadi alarm betapa pengawasan keamanan kabin harus kembali diperketat. Hilang satu telepon, reputasi satu maskapai dan satu negara bisa ikut tercoreng.

Garuda Indonesia berjanji akan memperkuat protokol keamanan dan menjamin kasus serupa tak terulang. Meski begitu, penumpang sepertinya masih akan menghitung ulang risiko—bahkan untuk sekadar menaruh ponsel di saku kursi pesawat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *