Pulau-pulau kecil di perairan Indonesia kembali jadi medan tempur antara ekosistem rapuh dan kerakusan penambangan ilegal. Kali ini, Pulau Citlim di Kecamatan Sugie Besar, Kabupaten Karimun, Kepulauan Riau, jadi sorotan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang turun langsung ke lapangan.
Dalam inspeksi mendadak beberapa waktu lalu, Direktorat Jenderal Pengelolaan Kelautan memergoki satu perusahaan masih menambang pasir meski dua lainnya sudah habis izin. Hasilnya: bentang alam yang terkelupas, garis pantai terkikis, ekosistem pesisir luka parah.
“Pulau kecil adalah ekosistem rentan. Tambang—apalagi ilegal—bukan hanya melanggar hukum, tapi menebas urat nadi hidup masyarakat pesisir,” tegas Koswara, Direktur Jenderal Pengelolaan Kelautan KKP, dalam rilis resmi, Kamis (19/6).
Hukum sebenarnya berpihak pada pulau-pulau mungil. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 dengan tegas melarang pertambangan mineral di pulau kecil bila menimbulkan kerusakan. Terlebih, putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-XXI/2023 makin memperkokoh aturan: segala kegiatan di pulau kecil wajib tunduk pada prinsip kelestarian kumulatif, tanpa celah diskriminasi.
Pulau Citlim sendiri hanya 22,94 kilometer persegi—jauh di bawah ambang pulau kecil (100 km²). Dengan ukuran sekecil itu, satu kerukan pasir saja bisa merobohkan garis pantai, merusak terumbu karang, mematikan biota pesisir, dan merampas sandaran hidup nelayan.
“Kegiatan eksploitatif yang mengubah bentang alam jelas tidak boleh. Pulau sekecil Citlim sangat sensitif pada gangguan ekologis,” kata Ahmad Aris, Direktur Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
KKP memang memiliki otoritas memberi izin kepada penanam modal asing maupun lokal untuk memanfaatkan pulau kecil. Namun syaratnya ketat: wajib mengantongi kelengkapan pengelolaan lingkungan, menjamin tata air tetap lestari, dan memakai teknologi yang tidak rakus alam.
Sayangnya, kenyataan di lapangan berkali-kali membuktikan: di balik kertas izin yang sah, lubang pasir terus menganga, tebing pantai rebah ke laut, dan warga pesisir kehilangan sabuk pelindung alami.
Inspeksi di Pulau Citlim jadi bukti nyata. KKP tak mau tinggal diam. Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) sudah disiapkan menindak tegas penambangan nakal yang mengabaikan batas ekologi.
Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono berulang kali menekankan: pulau-pulau kecil adalah benteng hidup ekosistem laut Nusantara. Jika benteng ini runtuh, kerugian ekologisnya menjalar ke stok ikan, rusaknya terumbu, punahnya biota, hingga kantong nelayan yang semakin kempis.
Sebagai jawaban konkret, KKP sudah menerbitkan Peraturan Menteri Nomor 10 Tahun 2024 untuk mengatur secara detail cara pulau-pulau kecil boleh dimanfaatkan. Intinya: eksploitasi besar-besaran dicoret dari daftar prioritas. Konservasi dan pemanfaatan lestari diutamakan.
“Tidak ada ruang bagi tambang rakus di pulau kecil. Pengawasan akan diperketat, penegakan hukum kami gas penuh,” pungkas Koswara.
Pulau Citlim hanyalah satu titik di gugusan ribuan pulau mungil Indonesia. Jika satu pulau saja hancur, ekosistem sekitarnya pun bergetar. Dalam skema besar, setiap pulau kecil adalah simpul penyambung nyawa laut. Dan KKP berjanji: simpul ini tak akan putus begitu saja.