Ancaman rudal dan gemuruh jet tempur di langit Iran akhir pekan lalu masih menorehkan gemetar di benak warga sipil. Di tengah ketegangan itu, Indonesia angkat suara lantang: fasilitas nuklir Iran tak boleh disentuh, dalam keadaan apa pun.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri RI, Rolliansyah Soemirat, atau akrab dipanggil Roy, mengingatkan dunia soal bahaya serangan ke instalasi nuklir. Lewat pengarahan daring dari Jakarta, Rabu siang, Roy berkata, “Siapa pun yang mencoba menggempur reaktor dan laboratorium nuklir, sama saja bermain api di atas bara kemanusiaan.”
Nada suara Roy tegas. Ia mengutip aturan Badan Energi Atom Internasional (IAEA) yang menjamin perlindungan fasilitas nuklir sipil, dan menegaskan bahwa Indonesia berdiri di barisan penolak penggunaan kekuatan militer untuk urusan nuklir.
Serangan yang dilakukan Israel pada Jumat dini hari, 13 Juni 2025, menargetkan tiga pusat riset nuklir paling vital milik Iran: Natanz, Isfahan, dan Fordow. Tidak hanya bangunan, serangan itu juga membidik para otak di balik riset nuklir Iran—ilmuwan-ilmuwan yang namanya sudah lama masuk daftar incaran Tel Aviv.
Bagi Indonesia, ini bukan hanya urusan geopolitik jauh di belahan Asia Barat. Roy menyebut, “Kalau instalasi nuklir dibombardir, risiko kebocoran radiasi mengancam nyawa rakyat sipil, termasuk WNI yang tinggal di sana.”
Data resmi Kemlu mencatat, lebih dari 800 warga Indonesia bekerja dan belajar di berbagai kota Iran. Sejak pecah kabar pengeboman, saluran komunikasi darurat pun dibuka 24 jam.
Kecemasan di kawasan segera menular ke forum internasional. IAEA, organisasi payung pengawasan nuklir global, sudah merapatkan barisan dan menggelar pertemuan darurat. Indonesia mengutus delegasi diplomasi, menyuarakan satu kalimat: hentikan serangan, lindungi perjanjian non-proliferasi, dan jaga Timur Tengah dari bencana yang tidak perlu.
Roy menekankan, setiap dentuman roket yang mendarat di kompleks nuklir hanya akan merusak rezim pengendalian senjata nuklir yang susah payah dibangun lewat Traktat Non-Proliferasi Senjata Nuklir (NPT). “Kalau satu negara bisa mengebom reaktor nuklir, maka rantai kepercayaan antarnegara runtuh. Dunia kembali ke titik nol,” katanya.
Serangan Israel sendiri memicu reaksi berantai. Iran menuduh serangan itu sebagai tindakan terorisme negara dan berjanji membalas dengan ‘tangan besi’. Sementara Dewan Keamanan PBB dijadwalkan menggelar sidang khusus pekan ini untuk menimbang jalan keluar sebelum konflik melebar.
Di Jakarta, diplomasi bekerja di balik pintu rapat dan sambungan telepon lintas zona waktu. Roy memastikan Kemlu RI terus menjalin kontak dengan otoritas Iran dan negara-negara sahabat. “Prioritas kami: keselamatan WNI dulu, stabilitas kawasan berikutnya,” ujarnya.
Di luar segala retorika perang dan ancaman nuklir, Indonesia ingin dunia tidak lupa pada satu hal: nuklir diciptakan bukan untuk menjadi pembenaran pembantaian massal. Ia seharusnya menopang riset, energi, dan peradaban. Dan di situlah Indonesia berdiri—menggenggam mandat konstitusi: perdamaian dunia, tanpa syarat.