KPK: HADIAH KEPADA GURU RAWAN GRATIFIKASI

Fokus, Hukum19 Dilihat

Di balik tradisi pemberian hadiah kepada guru dan dosen, tersembunyi ancaman serius bagi integritas dunia pendidikan Indonesia. Apa yang sering dianggap sebagai “tanda terima kasih” ternyata berpotensi menjadi awal dari pembenaran perilaku koruptif.

Hal ini tercermin dalam hasil Survei Penilaian Integritas (SPI) Pendidikan 2024 yang dirilis Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Survei yang melibatkan 36.888 satuan pendidikan serta 449.865 responden dari kalangan siswa, guru, orang tua, dan kepala sekolah itu mengungkap sejumlah temuan mengkhawatirkan.

Deputi Bidang Peran Serta Masyarakat KPK, Wawan Wardiana, menyampaikan bahwa sekitar 30 persen guru dan dosen, serta 18 persen pimpinan satuan pendidikan, masih menganggap pemberian gratifikasi sebagai hal yang wajar. Padahal, Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 dengan tegas melarang aparatur sipil negara (ASN) menerima hadiah yang berhubungan dengan jabatan mereka.

“Kalau gratifikasi terus dianggap biasa, ini bisa menjadi bibit korupsi kecil yang diwariskan lintas generasi,” ujar Wawan dalam pernyataan tertulis yang diterima InfoPublik, Minggu (27/4/2025).

Lebih memprihatinkan lagi, 22 persen satuan pendidikan melaporkan bahwa pemberian hadiah sering kali bertujuan untuk memengaruhi nilai akademik atau meloloskan siswa. Fenomena ini mengancam objektivitas tenaga pendidik dan mengikis prinsip keadilan dalam sistem pendidikan.

Dalam SPI Pendidikan 2024, Indeks Integritas Pendidikan tercatat di angka 69,50, yang dikategorikan sebagai “korektif”—menandakan adanya upaya perbaikan, namun penerapan dan pengawasannya belum merata. Dari ketiga dimensi yang diukur, aspek tata kelola pendidikan mendapat skor terendah, yaitu 58,68.

Menanggapi situasi ini, KPK menekankan bahwa penghargaan kepada tenaga pendidik sebaiknya tidak diwujudkan dalam bentuk materi. Ucapan terima kasih yang tulus, dukungan terhadap program sekolah, atau testimoni positif menjadi bentuk apresiasi yang lebih bermakna dan bebas dari risiko etis.

Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti, turut menyoroti pentingnya integritas dalam proses pendidikan. Menurutnya, pendidikan harus mengajarkan bukan hanya pengetahuan, tetapi juga perilaku berbasis nilai.

“Kami ingin pendidikan kita tidak berhenti pada knowing, tetapi juga mengarah pada behaving—yakni membiasakan nilai-nilai itu dalam keseharian,” kata Mu’ti.

Ke depan, KPK mendorong penguatan transparansi dalam proses pengadaan di lingkungan sekolah, mendorong partisipasi masyarakat, serta memperkuat pengawasan publik. Semua langkah ini bertujuan membangun budaya antikorupsi sejak dini di lingkungan pendidikan.

SUMBER: INFOPUBLIK

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *