BURUNG HANTU: SENJATA HIJAU PETANI INDONESIA LAWAN TIKUS SAWAH

Fokus, Nasional26 Dilihat

Puluhan hektare sawah bisa habis dalam semalam karena serangan hama tikus. Batang padi muda tercabut, benih lenyap, dan panen luluh lantak. Masalah ini telah lama menghantui petani Indonesia. Namun, kini hadir solusi yang alami dan menjanjikan: burung hantu.

Tikus sawah dikenal memiliki siklus reproduksi cepat—dalam satu tahun, satu induk tikus bisa menghasilkan ribuan keturunan. Ledakan populasi ini membuat upaya pengendalian hama jadi semakin sulit. Di tengah tantangan tersebut, kehadiran burung hantu spesies Tyto alba menawarkan harapan baru.

Burung hantu Tyto alba, atau dikenal sebagai barn owl, terbukti efektif memangsa hingga lima ekor tikus dalam satu malam. Selain menjadi pemburu yang ulung, burung ini juga memiliki karakter jinak terhadap manusia dan kemampuan adaptasi tinggi terhadap iklim tropis. Ia mampu terbang tanpa suara dan memutar leher hingga 270 derajat—kemampuan yang menjadikannya predator alami ideal.

Data dari Kementerian Pertanian menunjukkan bahwa Tyto alba dapat menjangkau wilayah hingga 12 kilometer dari sarangnya. Artinya, dengan jumlah dan penyebaran yang cukup, burung hantu bisa melindungi area pertanian yang luas dari ancaman tikus. Strategi ini sekaligus mengurangi ketergantungan petani pada racun kimia yang berisiko merusak lingkungan.

Langkah konkret pun dilakukan. Petani mulai membangun rumah burung hantu—rubuha—di sekitar lahan mereka untuk menarik kehadiran predator ini. Menurut Yudhistira Nugraha, Peneliti Ahli Madya sekaligus Kepala Pusat Riset Tanaman Pangan BRIN, penggunaan burung hantu sebaiknya dilakukan dalam sistem terpadu. Gabungan antara metode biologis dan mekanis dinilai paling efektif menekan populasi tikus.

“Dengan pendekatan terpadu, kita bisa segera mengendalikan lonjakan tikus sebelum mereka kembali berkembang biak,” ujar Yudhistira, dikutip dari situs resmi BRIN, Kamis (10/4/2025).

Namun, strategi ini bukan tanpa risiko. Jika populasi burung hantu dibiarkan tanpa pengawasan sementara jumlah tikus menurun drastis, mereka bisa beralih memangsa satwa lain seperti burung kecil, kelelawar, bahkan hewan ternak kecil. Karena itu, pemantauan populasi burung hantu dan ketersediaan makanan harus terus dijaga agar tidak mengganggu keseimbangan ekosistem lokal.

Keuntungan dari keberhasilan pengendalian tikus pun besar. Produksi padi dan jagung berpotensi meningkat, sementara praktik pertanian jadi lebih berkelanjutan—selaras dengan visi Sustainable Development Goals (SDGs).

DUKUNGAN PEMERINTAH DAN PERAN AKTIF PETANI

Keberhasilan strategi ini sangat tergantung pada keterlibatan petani dan dukungan penuh dari pemerintah. Mulai dari penyediaan rubuha hingga pemantauan perkembangan populasi burung hantu menjadi bagian penting dari pengelolaan sistem pertanian ramah lingkungan.

Presiden Prabowo Subianto pun memberikan perhatian khusus terhadap persoalan ini. Saat menghadiri panen raya di Majalengka, Jawa Barat, Presiden menerima laporan langsung dari petani mengenai serangan tikus. Merespons hal tersebut, ia menyampaikan rencana untuk membeli seribu ekor burung hantu demi membantu para petani mengatasi hama secara alami.

“Saya dengar hama tikus jadi masalah besar. Katanya sekarang yang paling efektif itu burung hantu. Wah, bisa-bisa harga burung hantu naik nih,” canda Prabowo saat memberikan sambutan.

Langkah Presiden ini diharapkan menjadi inspirasi bagi daerah lain untuk mengadopsi pendekatan serupa. Faktanya, kesuksesan pemanfaatan burung hantu sudah lebih dulu terbukti di Grobogan, Jawa Tengah.

Sejak 2009, petani di Grobogan memanfaatkan Tyto alba sebagai pengendali hama. Hasilnya mencolok: kerusakan akibat tikus menurun hingga 60–90 persen pada 2020 dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Jumlah rubuha pun meningkat drastis, dari hanya 85 unit pada 2011 menjadi 944 unit di tahun 2020.

Kisah Grobogan menunjukkan bahwa jika didukung strategi tepat dan kolaborasi yang kuat, burung hantu bisa menjadi pahlawan senyap di balik keberhasilan panen petani.

Dengan begitu, integrasi burung hantu dalam sistem pertanian bukan hanya soal pengendalian hama, tetapi juga langkah nyata menuju pertanian yang berkelanjutan dan selaras dengan alam.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *