Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Evita Nursanty, menyampaikan kecaman keras terhadap insiden pengeroyokan seorang perempuan oleh 11 oknum debt collector di depan Polsek Bukit Raya, Pekanbaru, yang terekam kamera dan viral di media sosial. Ia menyebut kejadian ini sebagai tamparan keras terhadap upaya pemulihan ekonomi nasional, terutama di sektor pembiayaan.
“Ini tidak bisa ditolerir. Kejadian seperti ini mencoreng wajah hukum kita. Lebih menyakitkan lagi, terjadi di depan kantor polisi dan disaksikan aparat yang justru diam saja,” kata Evita, Rabu (23/4).
Sebagai pimpinan komisi yang membidangi industri dan UMKM, Evita mendesak Polri untuk bertindak cepat dan tegas. Ia menyoroti fenomena “tunggu viral dulu baru bergerak” yang makin sering terjadi. “Masyarakat butuh polisi yang hadir melindungi tanpa syarat, bukan sekadar jadi penonton,” tegasnya.
Evita juga mengkritik keberadaan ormas yang kerap berkedok debt collector dan terlibat dalam praktik kekerasan. Ia menyebut lemahnya penegakan hukum menjadi lahan subur bagi kelompok-kelompok ini untuk beraksi.
“Kalau ormas sudah jadi sumber teror, bukan solusi sosial, saatnya dievaluasi total. Kalau perlu, dibubarkan,” tegas legislator dari Dapil Jawa Tengah III itu.
Menurutnya, praktik premanisme ini tak hanya mengganggu ketenangan warga, tapi juga merusak citra pariwisata Indonesia. Ia menyebut adanya laporan wisatawan dan pelaku usaha yang dipalak atau diintimidasi oleh ormas di berbagai destinasi wisata.
“Kita kehilangan potensi besar di sektor pariwisata hanya karena pembiaran terhadap ormas nakal. Dunia usaha rugi, negara rugi,” ujarnya.
Evita mengingatkan bahwa selama hukum masih bisa dilecehkan oleh kekuatan massa, maka rakyat kecillah yang paling terdampak. Ia mendesak pemerintah mengambil sikap tegas, dan mengajak masyarakat tetap tenang dan tidak mudah terpancing provokasi.
“Ini bukan lagi soal ormas atau tidak. Ini soal siapa yang sebenarnya berkuasa di republik ini: hukum, atau kekerasan jalanan?” tutupnya.