INILAH KARTINI-NYA KALTIM, AMINAH SJOEKOER TELADAN PEREMPUAN MASA KINI

Semangat emansipasi perempuan kembali digaungkan di tanah Borneo. Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian menghadiri diskusi dan bedah buku “Refleksi Kartini, Akar Pendidikan dan Napas Budaya” di Aula Perpustakaan Kalimantan Timur, Rabu (17/4/2025). Buku ini mengangkat sosok Aminah Sjoekoer, tokoh pendidikan perempuan asal Kalimantan Timur yang kini mulai mendapat tempat dalam sejarah perjuangan kaum perempuan Indonesia.

Ditulis oleh Muhammad Syarip, buku ini menghadirkan narasi tentang perjuangan Aminah Sjoekoer dalam mendirikan Meisje School, sekolah khusus untuk perempuan—sebuah langkah revolusioner pada zamannya. Dalam acara itu, gagasan Aminah dibedah oleh para tokoh dan budayawan seperti Encik Sjaraddin, Muhammad Lutfi, Nurul Ulfa, Sudarman, hingga Syafruddin Pernyata.

Hetifah menyebut Aminah sebagai “Kartini dari Kalimantan Timur”. Ia menilai perjuangan Aminah bukan sekadar soal pendidikan, tetapi juga tentang bagaimana perempuan harus memposisikan diri sebagai individu merdeka yang punya hak bicara dan menentukan masa depan sendiri.

“Jangan batasi perempuan hanya pada urusan dapur dan rumah tangga. Aminah sudah menunjukkan sejak dulu bahwa perempuan bisa jadi penggerak perubahan,” ujar Hetifah dalam sambutannya.

Di tengah era modern ini, lanjut Hetifah, semangat perjuangan seperti Aminah masih sangat relevan. Perempuan Indonesia, termasuk di Kalimantan Timur, masih dihadapkan pada berbagai tantangan: dari bias gender dalam pengambilan keputusan, ketimpangan upah, beban ganda, hingga kekerasan berbasis gender.

“Pendidikan berbasis budaya, seperti yang dibawa Aminah, bisa menjadi kunci. Ia tidak hanya mendidik secara intelektual, tapi juga membentuk kebijaksanaan. Dan itu yang harus dimiliki perempuan hari ini,” katanya.

Menurut Hetifah, figur seperti Aminah Sjoekoer perlu terus diperkenalkan kepada generasi muda, agar mereka paham bahwa perjuangan emansipasi tidak hanya milik Kartini dari Jawa, tapi juga perempuan-perempuan tangguh dari daerah lain.

Diskusi buku ini bukan hanya jadi ruang refleksi, tetapi juga panggung untuk kembali menghidupkan api perjuangan perempuan daerah yang selama ini luput dari sorotan. Aminah Sjoekoer, yang pernah berjuang dalam senyap, kini mulai bersuara lantang lewat halaman demi halaman buku, serta melalui suara mereka yang masih melanjutkan perjuangannya hari ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *