Tanggal 19 April 2025 menandai usia ke-95 Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI). Hampir satu abad berlalu sejak organisasi ini pertama kali berdiri pada 1930, namun mimpi yang dibawa tetap sama: menjadikan sepak bola Indonesia sebagai kekuatan dunia.
Didirikan oleh Soeratin Sosrosoegondo di tengah masa perjuangan kemerdekaan, PSSI lahir sebagai simbol perlawanan dan persatuan. Kini, 95 tahun kemudian, organisasi ini tak lagi sekadar pelindung kompetisi lokal, tapi menjadi jantung dari ambisi besar: Garuda Mendunia.
Jejak sejarah panjang PSSI dipenuhi liku, mulai dari era Perserikatan, fusi kompetisi nasional, reformasi kelembagaan, hingga kini membangun infrastruktur modern di Ibu Kota Nusantara. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, harapan itu mulai menemukan bentuknya. Hasil demi hasil mulai berbicara.
Untuk pertama kalinya dalam sejarah, Timnas Indonesia senior lolos ke putaran ketiga Kualifikasi Piala Dunia 2026. Sebuah pencapaian monumental yang mengubah pandangan dunia terhadap sepak bola Indonesia. Para pemain, yang kini tersebar di berbagai liga top Asia dan Eropa, menunjukkan bahwa Garuda tak lagi takut terbang tinggi.
Ketua Umum PSSI, Erick Thohir, menyebut ini sebagai masa emas sepak bola Indonesia. “Semua tim kita, dari U17, U20, U23, sampai senior, semuanya lolos ke Piala Asia. Ini belum pernah terjadi sebelumnya,” ujarnya.
Kemajuan bukan hanya terjadi di tim putra. Timnas Putri Indonesia kini bertengger di peringkat ke-94 dunia—posisi terbaik dalam sejarah mereka—usai kemenangan atas Arab Saudi. Bahkan gelar juara AFF pun berhasil diraih, menjadikan Garuda Pertiwi sebagai kekuatan baru di Asia Tenggara.
Kebangkitan juga merambah dunia digital. Di panggung FIFAe World Cup 2024, Indonesia berdiri di podium tertinggi, menjuarai kategori eFootball dan Football Manager. Bukan hanya menang, tapi membuktikan bahwa anak muda Indonesia bisa bersaing di panggung global, bahkan lewat layar monitor.
Di balik semua capaian itu, reformasi internal menjadi kunci. Dalam tiga tahun terakhir, jumlah pelatih bersertifikat naik dari 10.000 menjadi lebih dari 14.000. Program Coach Educator digelar di berbagai pelosok, mencetak pelatih akar rumput hingga level elite.
“Kita tidak bisa membangun tim kuat tanpa pelatih berkualitas,” ujar Erick. Hal serupa berlaku untuk wasit. PSSI menggencarkan pelatihan dan lisensi internasional, didukung penerapan VAR di kompetisi lokal. Transparansi dan keadilan menjadi prioritas.
Langkah besar juga diambil lewat pembangunan Training Center nasional di Ibu Kota Nusantara. Dengan standar FIFA dan fasilitas lengkap, pusat ini ditujukan menjadi rumah bagi regenerasi pemain, pelatih, hingga riset olahraga. Semua diarahkan pada satu cita-cita: membawa Timnas ke pentas dunia, bukan hanya hadir, tapi bersaing.
Kini, saat Garuda telah terbang lebih tinggi dari sebelumnya, perayaan ulang tahun ke-95 bukan hanya soal masa lalu. Ini momentum untuk menatap masa depan. Dengan fondasi kuat, visi jelas, dan dukungan masyarakat yang tak pernah padam, Indonesia tak lagi hanya bermimpi soal Piala Dunia.
Sejarah telah mencatat peran PSSI dalam perjuangan bangsa. Kini waktunya menulis babak baru: saat Garuda benar-benar mendunia.