Anggota Komisi IV DPR RI, Daniel Johan, menyampaikan kekecewaannya atas masih berdirinya pagar laut di perairan Bekasi dan Tangerang yang terus membelenggu aktivitas nelayan tradisional. Ia menyebut kondisi ini sebagai bentuk perampasan ruang hidup rakyat kecil oleh korporasi, dengan negara yang seolah menutup mata.
“Ini bukan sekadar soal akses. Ini soal keadilan dan penegakan hukum. Jangan biarkan nelayan makin miskin karena laut mereka dipagari. Negara harus bertindak! Indonesia ini negara hukum,” tegas Daniel dalam pernyataan resminya, Jumat (18/4/2025).
Nelayan dari Kampung Paljaya, Desa Segarajaya, Kabupaten Bekasi, mengeluhkan masih adanya pagar laut milik PT Tata Ruang Pelabuhan Nusantara (TRPN) dan PT Mega Agung Nusantara (MAN). Bambu-bambu besar masih berdiri kokoh menancap ke dasar laut, membatasi ruang gerak nelayan kecil untuk mencari ikan.
Sebagian pagar memang telah dibongkar, tetapi hanya di area reklamasi dekat pantai. Di wilayah laut lepas yang menjadi jalur utama nelayan, pagar bambu masih berdiri rapat tanpa celah.
Hal serupa juga dialami nelayan di perairan Tangerang. Pagar sepanjang 10 kilometer disebut masih tertanam di dasar laut, merusak jaring dan baling-baling kapal nelayan. Alat tangkap tradisional pun jadi tak berguna.
“Potongan bambu itu bisa rusak jaring nelayan, bahkan baling-baling kapal. Ini nyata-nyata merugikan. Tapi kenapa dibiarkan?” ucap Daniel.
LANGGAR KONSTITUSI, SIMBOLISME SEMU
Menurutnya, pemasangan pagar laut tidak hanya mencederai prinsip keadilan ekologis, tapi juga melanggar konstitusi. Negara wajib menjamin setiap warga negara memperoleh penghidupan yang layak.
Daniel juga mengkritik keras pembongkaran simbolis yang dilakukan di pinggir pantai. Menurutnya, tindakan itu hanya pencitraan belaka.
“Jangan main sandiwara di hadapan rakyat. Nelayan butuh akses, bukan seremoni. Tiap hari mereka berjuang, tapi hari ini mereka dikalahkan oleh bambu-bambu haram yang melanggar hukum,” katanya.
Politisi PKB itu pun mempertanyakan lambannya sikap negara. Jika dibiarkan, lanjut Daniel, frustasi masyarakat akan semakin dalam.
“Nelayan kita kehilangan nafkah, kehilangan martabat. Kok pemerintah terkesan lamban? Ini bukan persoalan baru. Kalau terus begini, kepercayaan publik bisa ambruk,” ujarnya.
DESAK TELUSURI PELAKU UTAMA
Daniel juga menyoroti penetapan tersangka terhadap Kepala Desa Segarajaya dan stafnya. Ia meminta aparat hukum tidak berhenti pada aktor lokal.
“Jangan cuma tangkap yang di permukaan. Telusuri aktor utama di balik semua ini. Jangan biarkan keadilan berhenti di bawah,” tegasnya.
Daniel mendesak agar pemerintah pusat, kementerian terkait, dan penegak hukum benar-benar hadir dan menyelesaikan masalah ini secara tuntas.
“Kalau negara absen, rakyat akan mencari caranya sendiri. Dan saat itu tiba, jangan salahkan kalau ketegangan meledak,” tutupnya.