Sebelas mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Andalas (Unan) resmi mengajukan permohonan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Pasal 28 Ayat (2) dan Pasal 45A Ayat (2) dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Mereka meminta MK mencabut aturan tersebut karena dinilai bertentangan dengan konstitusi.
Dalam sidang perbaikan permohonan yang digelar secara daring pada Senin di Jakarta, para pemohon menilai bahwa ketentuan mengenai penyebaran kebencian dalam Pasal 28 Ayat (2) tidak memiliki parameter yang jelas. Hal ini berpotensi menimbulkan multitafsir dan penyalahgunaan hukum.
“Pasal ini tidak memiliki definisi pasti mengenai ‘rasa kebencian atau permusuhan’ serta ‘masyarakat tertentu’, yang bisa berujung pada diskriminasi dan ketidakpastian hukum,” ujar perwakilan pemohon, Muhammad Zhafran Hibrizi.
Pasal 28 Ayat (2) UU ITE mengatur larangan mendistribusikan atau mentransmisikan informasi elektronik yang mengandung unsur hasutan, ajakan, atau pengaruh negatif yang dapat menimbulkan kebencian atau permusuhan terhadap individu maupun kelompok masyarakat berdasarkan ras, kebangsaan, etnis, warna kulit, agama, kepercayaan, jenis kelamin, serta kondisi disabilitas mental dan fisik.
Sementara itu, Pasal 45A Ayat (2) menetapkan sanksi pidana bagi pelanggar Pasal 28 Ayat (2) berupa hukuman penjara maksimal enam tahun dan/atau denda hingga Rp1 miliar.
Menurut para pemohon, aturan tersebut berpotensi melanggar hak kebebasan berekspresi sebagaimana dijamin dalam Pasal 28E Ayat (3) dan Pasal 28D Ayat (1) UUD 1945. Mereka berargumen bahwa ketidakjelasan definisi dapat mengkriminalisasi seseorang yang menyebarkan informasi tanpa niat menimbulkan kebencian atau permusuhan.
“Bahkan, ukuran mengenai ‘timbulnya rasa kebencian dan permusuhan’ sangat subjektif dan tidak dapat diukur secara kuantitatif,” tulis para pemohon dalam dokumen mereka.
Selain itu, mereka menyoroti frasa ‘masyarakat tertentu’ yang dinilai tidak memiliki batasan yang jelas. Hal ini membuka peluang interpretasi yang beragam dan berpotensi merugikan pihak yang mengkritik komunitas sosial tertentu tanpa bermaksud menyebarkan kebencian.
Atas dasar tersebut, para pemohon meminta MK menyatakan Pasal 28 Ayat (2) dan Pasal 45A Ayat (2) UU ITE inkonstitusional dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat. Sebagai alternatif, mereka juga mengajukan opsi agar setidaknya frasa ‘masyarakat tertentu’ dan ‘kebencian serta permusuhan’ dalam pasal tersebut dihapus atau diberikan definisi yang lebih jelas.
Permohonan ini terdaftar dalam Nomor 187/PUU-XXII/2024 dengan daftar pemohon yang terdiri dari Muhammad Zhafran Hibrizi, Basthotan Milka Gumilang, Adria Fathan Mahmuda, Suci Rizka Fadhilla, Nia Rahma Dini, Qurratul Hilma, Fadhilla Rahmadiani Fasya, Adam Fadillah Al Basith, Hafiz Haromain Simbolon, Khoilullah MR, dan Tiara.
Sumber : Antara