Dokter jelaskan efek ‘panas’ saat makan daging kambing akibat metabolisme, bukan bahaya bagi tekanan darah.
Menjelang perayaan Iduladha, konsumsi daging kambing memang meningkat signifikan. Namun, kekhawatiran bahwa daging kambing dapat menyebabkan tekanan darah tinggi (hipertensi) masih banyak beredar di masyarakat.
Dokter Haekal Anshari, M.Biomed (AAM), menegaskan bahwa anggapan tersebut hanyalah rumor tanpa dasar ilmiah yang kuat. Menurutnya, sensasi ‘panas’ yang muncul saat mengonsumsi daging kambing merupakan efek termogenik alami dari proses metabolisme tubuh dalam mencerna protein dalam jumlah besar.
“Efek panas itu bukan berarti daging kambing berbahaya, melainkan tubuh sedang bekerja keras mencerna protein,” jelas Haekal, Minggu (1/6/2025).
Ia juga memaparkan fakta gizi daging kambing yang justru lebih rendah kalori dan lemak dibandingkan daging sapi dan ayam. Dalam porsi 85 gram, daging kambing mengandung sekitar 122 kalori dan 2,6 gram lemak. Sebagai pembanding, daging sapi memiliki 179 kalori dan 7,9 gram lemak, sedangkan ayam 162 kalori dan 6,2 gram lemak.
Selain itu, kandungan zat besi dan zinc dalam daging kambing turut memberikan manfaat menjaga kebugaran tubuh.
Menurut Haekal, faktor yang lebih berpotensi meningkatkan risiko tekanan darah tinggi justru berasal dari cara memasak daging kambing itu sendiri. Penggunaan bumbu tinggi garam, penggorengan berlebih, atau memasak dengan santan dapat meningkatkan risiko hipertensi sekaligus menaikkan kadar kolesterol.
“Jadi, bukan daging kambingnya yang salah, melainkan pengolahannya yang perlu dikontrol,” pungkasnya.
Penjelasan ini diharapkan dapat meluruskan persepsi negatif dan mendorong masyarakat menikmati daging kambing secara sehat dan bijak menjelang Iduladha.