Dunia peradilan kembali tercoreng. Seorang Hakim ad hoc Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) di Pengadilan Negeri Medan, berinisial MS, resmi dipecat dengan tidak hormat. Keputusan itu diambil Majelis Kehormatan Hakim (MKH) dalam sidang di Gedung Mahkamah Agung, Jakarta, menyusul temuan serius: MS menerima uang dari pihak yang sedang berperkara.
Sidang MKH yang digelar gabungan antara Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY) itu mengungkap pelanggaran berat yang dilakukan MS. Ia terbukti melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim serta peraturan bersama MA dan KY yang menjadi landasan profesionalisme hakim.
“Majelis menjatuhkan sanksi berat berupa pemberhentian tidak dengan hormat dari jabatan hakim,” ujar Ketua Sidang MKH sekaligus Wakil Ketua KY, Siti Nurdjanah, dalam keterangan tertulis, Senin (12/5/2025).
Lebih dari sekadar pelanggaran etika biasa, kasus MS menyimpan ironi. Ia tertangkap melakukan komunikasi dengan seorang advokat dan berjanji akan “mengatur” hasil dari 11 perkara, termasuk beberapa yang sedang berjalan di tingkat kasasi Mahkamah Agung. Dalam pemeriksaan, MS mengakui menerima uang namun berdalih bahwa dana itu adalah pinjaman pribadi yang sudah dikembalikan—diperkuat dengan surat pernyataan dari si pemberi.
Namun dalih itu tak mampu menyelamatkannya. “Pembelaan terlapor tidak relevan, apalagi ia sudah pernah dikenai sanksi teguran tertulis sebelumnya atas pelanggaran etik yang mirip,” tegas Siti.
MKH menolak mentah-mentah seluruh pembelaan yang disampaikan, termasuk dari pihak Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) yang meminta keringanan dengan alasan pengabdian MS selama sembilan tahun sebagai hakim ad hoc serta kondisi keluarga. Majelis tetap bulat: integritas hakim tidak bisa ditawar.
Majelis MKH terdiri dari gabungan unsur KY—Siti Nurdjanah, M. Taufiq HZ, Joko Sasmito, dan Mukti Fajar Nur Dewata—dan unsur MA—Hakim Agung Agus Subroto, Noor Edi Yono, dan Imron Rosyadi.
Putusan ini menjadi sinyal keras bagi seluruh aparatur peradilan. Tidak ada ruang untuk penyalahgunaan wewenang, terlebih dalam perkara yang menyangkut nasib dan keadilan publik. KY dan MA kompak menegaskan: pengadilan harus bersih, dan integritas hakim adalah harga mati.