MENABUNG SEJAK DINI JADI INVESTASI PERILAKU UNTUK MASA DEPAN

Ekonomi, Fokus, Nasional11 Dilihat

Menabung mungkin terdengar sebagai rutinitas sederhana, tetapi manfaatnya besar dan berjangka panjang. Ironisnya, kebiasaan baik ini kerap baru diajarkan saat seseorang telah memiliki penghasilan tetap. Padahal, membudayakan menabung sejak kecil membawa pengaruh besar dalam membentuk pola pikir, karakter, dan kebiasaan finansial yang sehat.

Orang tua dan lingkungan sekitar berperan penting dalam mengenalkan anak pada kebiasaan menabung. Sejak mendapatkan uang saku, anak perlu didorong untuk menyisihkan sebagian sebagai tabungan. Langkah kecil ini membantu anak belajar mengendalikan keinginan, menunda kepuasan, serta membangun sikap tanggung jawab dan perencanaan yang matang.

Ketika menabung jadi rutinitas sejak kecil, anak terbiasa merancang pengeluaran dan lebih mendahulukan kebutuhan ketimbang keinginan. Kebiasaan ini menjadi fondasi literasi keuangan yang akan sangat membantu ketika mereka dewasa, mengelola gaji, membayar tagihan, atau berinvestasi. Anak-anak yang terbiasa menabung pun cenderung lebih bijak dan berhati-hati dalam membelanjakan uang.

Tabungan juga memberi rasa aman. Anak merasa memiliki simpanan untuk keperluan mendadak atau membeli barang impian tanpa selalu bergantung pada orang tua. Sikap mandiri ini menumbuhkan rasa percaya diri dan mental tangguh dalam menghadapi berbagai situasi.

Kebiasaan finansial yang dibentuk sedini mungkin biasanya akan terus melekat hingga dewasa. Anak-anak yang rajin menabung sejak dini akan tumbuh menjadi orang dewasa yang lebih siap menghadapi kebutuhan finansial besar, seperti biaya pendidikan anak, membeli rumah, hingga menyiapkan dana pensiun.

Indeks Menabung Konsumen Turun di Mei 2025
Meski penting, data terbaru menunjukkan semangat menabung konsumen melemah. Indeks Menabung Konsumen (IMK) pada Mei 2025 tercatat 79,0 atau turun 4,4 poin dibanding April. Penurunan ini sejalan dengan melemahnya Indeks Waktu Menabung (IWM) sebesar 1,7 poin ke level 92,9, serta Indeks Intensitas Menabung (IIM) yang turun 7,1 poin ke posisi 65,1.

Survei Konsumen dan Perekonomian (SKP) Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mengungkap 30,3 persen responden mengaku tidak pernah menabung, meningkat dari 29,3 persen pada bulan sebelumnya. Sementara itu, persentase responden yang menabung di bawah target naik dari 49,1 persen pada April menjadi 56,7 persen pada Mei.

Pada komponen IWM, persentase yang menilai waktu sekarang tepat untuk menabung meningkat tipis menjadi 29,0 persen. Namun, optimisme menabung tiga bulan mendatang menurun dari 42,3 persen menjadi 39,8 persen.

Penurunan IMK ini banyak dipengaruhi oleh tingginya pengeluaran rumah tangga, terutama untuk biaya pendidikan pada masa penerimaan siswa baru dan awal tahun ajaran. Selain itu, lebih banyak responden yang mengalihkan tabungan mereka untuk membayar cicilan utang.

Dilihat per kelompok pendapatan, pelemahan IMK terjadi merata. Penurunan paling tajam dialami rumah tangga berpendapatan hingga Rp1,5 juta per bulan (turun 12,5 poin), disusul kelompok Rp3 juta—Rp7 juta per bulan (turun 7,2 poin), dan kelompok Rp1,5 juta—Rp3 juta per bulan (turun 3,0 poin). Sementara rumah tangga berpendapatan di atas Rp7 juta per bulan masih mencatat IMK di atas 100, meski turun 1,1 poin.

Indeks Kepercayaan Konsumen Ikut Tertekan
Sejalan dengan pelemahan IMK, Indeks Kepercayaan Konsumen (IKK) juga menurun pada Mei 2025. IKK tercatat 99,7 atau turun 3,4 poin dibanding bulan sebelumnya. Penurunan ini terutama akibat melemahnya persepsi konsumen terhadap kondisi ekonomi lokal dan lapangan kerja.

Indeks Situasi Saat Ini (ISSI) merosot ke level 79,4 dari 81,9 di April, sedangkan Indeks Ekspektasi (IE) turun ke 114,9 dari sebelumnya 118,9.

Kenaikan harga bahan pokok, sulitnya mendapatkan pekerjaan, hingga banjir dan gagal panen menjadi faktor penyebab penurunan IKK. Cuaca ekstrem yang merusak infrastruktur di beberapa wilayah juga ikut menekan optimisme. Ditambah lagi, biaya pendidikan yang melonjak menjelang tahun ajaran baru mendorong naiknya beban pengeluaran rumah tangga.

Jika dirinci menurut pendapatan, IKK melemah pada seluruh kelompok. Penurunan terdalam dialami rumah tangga berpenghasilan di atas Rp7 juta per bulan (turun 14,6 poin). Sementara itu, kelompok pendapatan hingga Rp1,5 juta per bulan turun 8,8 poin, kelompok Rp3 juta—Rp7 juta turun 2,8 poin, dan kelompok Rp1,5 juta—Rp3 juta turun 2,1 poin. Walaupun demikian, rumah tangga berpenghasilan di atas Rp3 juta per bulan masih mempertahankan IKK di atas 100, menandakan optimisme tetap terjaga pada kelompok ini.

Pentingnya Literasi dan Edukasi Keuangan
Di tengah tantangan ekonomi, kemampuan menabung tak bisa dilepaskan dari literasi keuangan. Menabung bukan sekadar menyisihkan uang, tetapi juga menuntut perencanaan dan prioritas yang matang.

Literasi keuangan membantu individu memahami cara mengatur pemasukan dan pengeluaran, membedakan kebutuhan dengan keinginan, serta menyiapkan tabungan dan investasi untuk tujuan jangka panjang. Orang yang paham literasi keuangan tidak hanya tahu pentingnya menabung, tetapi juga tahu cara menerapkannya secara konsisten.

Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat sejak awal Januari hingga 23 Mei 2025, lebih dari 2.366 kegiatan edukasi keuangan digelar dengan menjangkau lebih dari 5,6 juta peserta di seluruh Indonesia. Platform Sikapi Uangmu menerbitkan 130 materi edukasi dan mencatat 727 ribu penonton. Learning Management System Edukasi Keuangan (LMSKU) juga diakses ribuan pengguna dengan ribuan modul diselesaikan.

Upaya ini diperkuat dengan program inklusi keuangan melalui Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD) yang aktif di 38 provinsi dan 514 kabupaten/kota.

Menabung Jadi Budaya Sejak Sekolah
Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa baru-baru ini mengajak lebih dari 1.300 pelajar SMA untuk mulai menabung dan belajar mengelola keuangan. Dalam acara LPS Putih Abu-Abu Financial Festival 2025 di Jakarta, Sabtu (31/5/2025), ia optimistis generasi muda bisa menjadi pionir kemandirian finansial Indonesia.

“Anak muda kita cepat beradaptasi dan haus belajar. Yang terpenting, mereka dibekali keterampilan mengatur keuangan sejak sekolah,” kata Purbaya.

Menurutnya, kebiasaan sederhana seperti mencatat pengeluaran dan menyisihkan uang jajan akan membentuk perilaku finansial yang bertahan seumur hidup. Ia menambahkan, generasi yang paham menabung sejak remaja akan lebih siap menghadapi tantangan finansial saat dewasa.

Festival keuangan ini dikemas interaktif, menampilkan talkshow, zona permainan edukasi, kompetisi media sosial, dan hiburan dari musisi populer. LPS juga memperkenalkan perannya sebagai penjamin simpanan hingga Rp2 miliar per nasabah per bank, yang membuat siswa lebih yakin menabung di bank.

Meski tingkat inklusi keuangan pelajar terus meningkat, kesenjangan literasi masih menjadi pekerjaan rumah. LPS berharap kegiatan edukatif dan kreatif semacam ini mendorong semangat menabung di kalangan pelajar sekaligus memperkuat pemahaman finansial mereka.

Orang tua pun dapat berkontribusi dengan cara sederhana: menyediakan celengan, memberikan hadiah berupa tabungan, atau membantu membuka rekening tabungan anak di bank. Sekolah juga diharapkan aktif melalui program menabung bersama dan literasi keuangan di kelas.

“Kalau literasi keuangan kuat, saya yakin anak-anak ini kelak bisa mandiri mengelola uangnya, sekaligus mendukung pertumbuhan ekonomi nasional,” pungkas Purbaya.

Membiasakan menabung sejak dini adalah investasi perilaku yang akan memengaruhi masa depan. Kebiasaan sederhana ini membentuk generasi yang mandiri, disiplin, dan siap menghadapi tantangan finansial di masa mendatang. Mari ajarkan anak-anak menabung sejak sekarang, demi masa depan yang lebih stabil dan sejahtera.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *