MENDIKDASMEN: BOLEH WISUDA SEKOLAH SELAMA TIDAK MEMBERATKAN

Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti menegaskan bahwa penyelenggaraan acara wisuda di sekolah tetap diperbolehkan, asalkan tidak menjadi beban dan telah mendapat persetujuan dari para siswa serta orang tua.

Pernyataan ini disampaikan Abdul Mu’ti sebagai tanggapan atas kebijakan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang baru-baru ini melarang pelaksanaan wisuda di seluruh jenjang pendidikan di wilayahnya. Menurut Abdul Mu’ti, selama kegiatan wisuda dilakukan secara wajar dan tidak dipaksakan, tidak ada alasan untuk melarangnya.

“Kalau tidak membebani siapa pun dan disepakati oleh orang tua serta siswa, kenapa harus dilarang? Yang penting, jangan sampai acara wisuda dilakukan secara berlebihan atau memaksakan kehendak,” ujar Mu’ti usai membuka Konsolidasi Nasional Pendidikan Dasar dan Menengah (Konsolnas Dikdasmen) 2025 di PPSDM, Kota Depok, Selasa.

Mu’ti juga memandang wisuda sebagai bentuk ungkapan kegembiraan sekaligus rasa syukur atas pencapaian siswa yang telah menyelesaikan jenjang pendidikannya. Selain itu, ia menilai wisuda bisa menjadi sarana mempererat hubungan antara orang tua, siswa, dan sekolah.

“Bisa jadi, momen wisuda adalah satu-satunya saat orang tua datang ke sekolah anaknya. Meski tidak semua hadir, tetapi ini bisa menjadi ajang silaturahmi yang positif,” tambahnya.

Karena itu, ia menyarankan agar keputusan terkait pelaksanaan wisuda diserahkan kepada kebijakan masing-masing sekolah, dengan tetap mempertimbangkan kondisi dan aspirasi komunitas sekolah.

Di sisi lain, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi bersikukuh mempertahankan keputusannya untuk melarang kegiatan wisuda dan perpisahan di luar sekolah. Dalam sebuah dialog yang viral pada Sabtu (26/4), Dedi berdebat dengan seorang lulusan SMAN 1 Cikarang Utara yang menentang larangan tersebut karena dianggap menghapus momen penting menjelang kelulusan.

Dedi menjelaskan bahwa wisuda bukan bagian dari struktur resmi pendidikan dasar dan menengah. “Sudah jelas, dari TK sampai SMA, tidak ada wisuda. Naik kelas ya naik kelas. Lulus ya lulus. Tidak perlu ada seremoni tambahan,” tegasnya.

Ia juga menekankan bahwa bagi keluarga kurang mampu, biaya untuk mengikuti wisuda lebih baik digunakan untuk kebutuhan lain yang lebih mendesak. Menurutnya, banyak orang tua yang justru menyambut baik kebijakan penghapusan wisuda karena dinilai meringankan beban ekonomi keluarga.

Polemik ini pun mencuatkan perdebatan publik mengenai urgensi dan pelaksanaan wisuda sekolah, antara makna simbolik dan efisiensi kebijakan pendidikan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *