PEMERINTAH SIAPKAN RUU PELAKSANAAN HUKUMAN MATI

Fokus, Hukum6 Dilihat

Pemerintah tengah mempersiapkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pelaksanaan Hukuman Mati sebagai bagian dari penyesuaian hukum nasional. Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Kumham Imipas), Yusril Ihza Mahendra, dalam pernyataan resmi pada Selasa (8/4/2025), mengungkapkan RUU ini akan menjadi aturan turunan dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Nasional yang berlaku mulai 2 Januari 2026.

Yusril menjelaskan, RUU tersebut dirancang untuk mengakomodasi transisi dari KUHP lama peninggalan Belanda ke KUHP Nasional. Dalam aturan baru, hukuman mati tidak bisa langsung dieksekusi. Terpidana mati akan menjalani masa evaluasi selama 10 tahun untuk menilai apakah mereka menunjukkan penyesalan dan pertobatan.

“Jika setelah 10 tahun terbukti tobat, hukuman mati bisa diubah menjadi penjara seumur hidup,” ujar Yusril.

Ia menambahkan, ketentuan ini berlaku untuk semua terpidana mati, baik warga negara Indonesia (WNI) maupun warga negara asing (WNA). Pemerintah, kata Yusril, harus memastikan nasib terpidana mati yang vonisnya sudah berkekuatan hukum tetap berdasarkan KUHP lama agar sesuai dengan KUHP baru.

“RUU Pelaksanaan Hukuman Mati akan mengatur perubahan tersebut secara rinci agar ada kepastian hukum,” tegasnya.

Sejalan dengan itu, Perancang Peraturan Perundang-undangan Ahli Muda dari Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan (DJPP) Kementerian Hukum dan HAM, Ramoti Samuel, mengingatkan bahwa pidana mati dalam KUHP baru tidak lagi menjadi pidana pokok. Dalam diskusi publik memperingati Hari Antihukuman Mati Internasional 2024, ia menyatakan pidana mati kini bersifat khusus dan alternatif.

“Dalam KUHP baru, pidana mati adalah hukuman paling berat, namun harus selalu diancamkan sebagai alternatif bersama pidana seumur hidup atau pidana 20 tahun,” ujar Ramoti dalam acara yang digelar Komnas Perempuan di Jakarta, Kamis (10/10/2024).

Ramoti menekankan, pidana mati diposisikan sebagai pilihan terakhir untuk mencegah kejahatan berat, dan akan ditempatkan dalam pasal tersendiri untuk menegaskan statusnya sebagai pidana khusus.

Sebagai tindak lanjut dari perubahan ini, KUHP baru mengatur komutasi pidana mati menjadi hukuman penjara, sesuai Pasal 68 ayat (3). Jika dalam proses hukum tersedia pilihan antara pidana mati dan penjara seumur hidup atau pemberatan hukuman 15 tahun, maka hukuman dapat diperpanjang hingga 20 tahun.

Samuel juga mengingatkan, KUHP Nasional mengatur penundaan pelaksanaan hukuman mati terhadap kelompok rentan. Berdasarkan Pasal 99 ayat (4), eksekusi tidak dapat dilakukan terhadap perempuan hamil, ibu menyusui, dan penderita gangguan jiwa.

Dengan langkah ini, pemerintah ingin memastikan bahwa pelaksanaan hukuman mati di Indonesia sejalan dengan prinsip keadilan, perlindungan hak asasi manusia, dan norma hukum baru yang lebih humanis.

SUMBER : INFOPUBLIK

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *