HUT KE-79, MEMBACA KEMBALI SEJARAH TNI AU

Fokus, Nasional9 Dilihat

Hari ini, Selasa, 9 April 2025, Indonesia memperingati 79 tahun berdirinya Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (TNI AU). Di berbagai penjuru negeri, langit Nusantara menjadi saksi bisu pengabdian panjang para prajurit udara yang sejak kemerdekaan hingga kini tetap setia menjaga kedaulatan negara.

Peringatan ini berakar dari sejarah panjang. Dimulai dari pembentukan Badan Keamanan Rakyat (BKR) pada 23 Agustus 1945, bangsa Indonesia merintis kekuatan militernya di tengah kekacauan pasca-proklamasi. Kala itu, satuan udara hanya bermodalkan pesawat seadanya dan keberanian tanpa batas.

Tak butuh waktu lama, BKR berubah menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR) pada 5 Oktober 1945, dengan jawatan penerbangan yang dipimpin tokoh visioner Soerjadi Soerjadarma. Seiring dinamika politik dan militer, TKR berkembang menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI) pada 23 Januari 1946.

Namun tonggak sejarah sejati lahir pada 9 April 1946: Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI) resmi berdiri. Tanggal inilah yang kemudian ditetapkan sebagai Hari TNI AU, menandai kebangkitan kekuatan udara nasional di tengah ancaman agresi militer Belanda.

Tujuh puluh sembilan tahun berlalu, TNI AU kini menjadi kekuatan udara yang disegani di Asia Tenggara. Untuk menandai momen ini, Markas Besar TNI AU (Mabesau) menggelar doa bersama di Pendopo Gatotkaca, Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Selasa pagi.

Marsekal TNI Tonny Harjono memimpin langsung jalannya acara. Ribuan prajurit Mabesau berbaur dalam suasana khidmat, melepas sejenak hiruk-pikuk tugas harian demi menguatkan tekad dan spirit kebangsaan.

Menurut laporan resmi dari tni-au.mil.id, doa bersama dilakukan lintas agama. Untuk umat Islam, Ustaz Das’ad Latif hadir memimpin pembacaan doa. Pendeta Erisman Waruwu memimpin doa bagi umat Kristen, Romo Yos Buntoro, Pr. membimbing umat Katolik, sementara Kolonel Adm Made Miliun memandu umat Hindu.

Dalam suasana hening, para prajurit memanjatkan doa keselamatan, kekuatan, dan kejayaan bagi TNI AU di tengah tantangan global yang semakin kompleks. Acara ini menjadi simbol kuat bahwa pengabdian TNI AU tak hanya mengandalkan kekuatan fisik, tapi juga spiritualitas mendalam.

Kepala Staf TNI AU Marsekal Tonny Harjono dalam sambutannya menegaskan bahwa peringatan ini bukan sekadar seremonial. “TNI AU harus terus bergerak maju. Dunia berubah cepat. Kita harus jadi kekuatan udara yang modern, adaptif, dan siap menghadapi segala ancaman,” tegas Tonny di hadapan seluruh personel.

Seiring berkembangnya teknologi, TNI AU kini mengoperasikan berbagai alutsista canggih, dari jet tempur Sukhoi Su-27/30, F-16 Fighting Falcon, hingga pesawat angkut berat C-130 Hercules. Sistem pertahanan udara berbasis radar dan rudal juga terus diperbarui, memperkuat perisai udara Nusantara.

Dalam beberapa tahun terakhir, TNI AU aktif mengikuti latihan militer bersama dengan berbagai negara, memperkuat diplomasi pertahanan. Latihan seperti Pitch Black di Australia, Cope West dengan Amerika Serikat, hingga kerja sama intensif dengan negara-negara ASEAN menjadi bagian dari strategi memperkokoh jaringan keamanan kawasan Indo-Pasifik.

Namun di balik parade kekuatan, ada tantangan besar yang mengintai. Geopolitik global yang memanas, potensi konflik di Laut Cina Selatan, hingga ancaman serangan siber terhadap sistem pertahanan menjadi ancaman nyata yang harus diantisipasi.

Tonny Harjono mengingatkan seluruh jajaran untuk tidak lengah. “Ancaman datang dalam berbagai bentuk. Bukan hanya fisik, tapi juga digital. Kita harus siap bertempur di semua lini,” ujarnya dengan nada tegas.

Momen Hari TNI AU ini juga menjadi pengingat akan dedikasi para pendahulu. Dari operasi udara pertama melawan Agresi Militer Belanda, hingga partisipasi dalam berbagai misi kemanusiaan dan perdamaian dunia, TNI AU telah membuktikan kiprahnya selama hampir delapan dekade.

Di tingkat nasional, peran TNI AU tidak hanya terbatas pada pertahanan. Saat bencana melanda, pesawat-pesawat angkut TNI AU menjadi garda depan mengirim bantuan logistik ke daerah-daerah terdampak. Dalam pandemi COVID-19 lalu, kekuatan udara juga dikerahkan untuk mendukung distribusi vaksin dan peralatan medis ke seluruh pelosok negeri.

Peringatan ke-79 tahun ini menandai babak baru perjalanan TNI AU. Transformasi organisasi terus didorong dengan menyesuaikan struktur satuan, meningkatkan kompetensi personel, serta mempercepat modernisasi alat utama sistem persenjataan (alutsista).

Di masa depan, TNI AU berencana menambah armada tempur generasi 4.5 dan 5.0, termasuk pembelian pesawat Rafale dari Prancis dan pengembangan pesawat tempur nasional KF-21 Boramae bersama Korea Selatan. Semua langkah ini diarahkan untuk memastikan TNI AU tidak hanya menjadi penjaga langit nasional, tetapi juga pemain strategis di panggung pertahanan global.

Di tengah berbagai transformasi itu, satu hal yang tidak berubah: komitmen TNI AU untuk tetap setia mengawal kedaulatan negara. Seperti dikatakan Tonny Harjono dalam amanatnya, “Langit Indonesia adalah harga mati. Kita berdiri di sini bukan untuk diri sendiri, tapi untuk rakyat, bangsa, dan negara.”

Saat upacara doa bersama ditutup, ribuan prajurit mengangkat tangan, berdoa dalam diam. Di luar pendopo, pesawat-pesawat tempur melintas rendah, menggema di atas ibu kota, seolah menjadi salam kehormatan bagi mereka yang telah dan akan terus mengabdi.

Hari ini, saat Indonesia memperingati 79 tahun TNI AU, langit Nusantara tidak hanya biru oleh cuaca cerah. Ia bergetar oleh semangat para penjaga udara yang tak pernah lelah menunaikan sumpahnya: menjaga Indonesia dari angkasa, sepanjang hayat dikandung badan.

SUMBER : RRI

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *