DUA HAKIM VONIS BEBAS KASUS SUAP AJUKAN ‘JUSTICE COLLABORATOR’

Fokus, Hukum69 Dilihat

Dua hakim pengadilan mengajukan status justice collaborator dalam kasus suap yang terkait dengan vonis bebas Ronald Tannur. Kejaksaan Agung berharap langkah ini dapat membantu mengungkap fakta sebenarnya di persidangan. Kasus ini menjadi sorotan publik karena menyangkut independensi dan integritas peradilan di Indonesia. Kejaksaan Agung menegaskan komitmennya untuk mengusut tuntas kasus ini guna memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum. Berikut fakta-fakta terbaru yang berhasil dihimpun oleh RRI, Rabu (19/2/2025):

Penangkapan dan Penetapan Tersangka
Kejaksaan Agung (Kejagung) menangkap tiga hakim dalam operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan pada Oktober 2024. Ketiga hakim tersebut diduga menerima suap terkait dengan vonis bebas yang diberikan kepada Ronald Tannur, seorang terdakwa dalam kasus korupsi. Penangkapan ini dilakukan setelah adanya laporan dan investigasi mendalam oleh pihak berwenang.

Jumlah Suap yang Diterima
Menurut investigasi, ketiga hakim diduga menerima suap sebesar 140.000 dolar Singapura dari pengacara Lisa Rahmat, yang bertindak sebagai perantara. Juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Tessa Mahardhika Sugiarto, menegaskan bahwa tindakan suap ini melanggar Pasal 12 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Pelanggaran tersebut dapat dikenai ancaman pidana seumur hidup.

Proses Hukum Berlanjut
Setelah ditetapkan sebagai tersangka, ketiga hakim saat ini ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Surabaya. Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM), Eddy Hiariej, menegaskan bahwa tidak boleh ada intervensi atau perlakuan istimewa dalam proses hukum ini. Hal ini dilakukan untuk memastikan transparansi dan keadilan dalam penanganan kasus.

Sidang Perdana
Sidang pertama kasus ini digelar pada 24 Desember 2024 di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat. Agenda utama sidang perdana adalah pembacaan dakwaan oleh jaksa penuntut umum. Sidang ini dihadiri oleh berbagai pihak terkait, termasuk perwakilan dari Kejaksaan Agung dan KPK.

Tuntutan Hukuman
Jaksa penuntut umum menuntut hukuman berat bagi ketiga hakim terkait tindakan suap yang diduga dilakukan. Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 418, pegawai negeri yang terbukti menerima suap dapat dihukum dengan pidana penjara maksimal 20 tahun. Tuntutan ini diajukan sebagai upaya untuk memberikan efek jera dan memulihkan kepercayaan publik terhadap sistem peradilan.

Reaksi Publik dan Lembaga
Kasus ini menuai kecaman keras dari berbagai kalangan masyarakat. Banyak yang menilai tindakan hakim tersebut telah merusak integritas dan kredibilitas peradilan di Indonesia. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) juga menyoroti kasus ini, menyatakan bahwa hal ini merupakan tamparan keras bagi sistem hukum Indonesia. Anggota DPR mendesak agar proses hukum dilakukan secara transparan dan adil.

Langkah Kejaksaan Agung
Kejaksaan Agung menegaskan komitmennya untuk menindak tegas semua pihak yang terlibat dalam kasus suap ini. Jaksa Agung menyatakan bahwa operasi tangkap tangan ini merupakan bagian dari upaya besar-bersih di lingkungan lembaga peradilan. Langkah ini diharapkan dapat menjadi momentum untuk memperbaiki sistem peradilan dan mencegah terjadinya praktik korupsi di masa depan.

Kasus suap yang melibatkan hakim ini menjadi ujian berat bagi sistem peradilan Indonesia. Kejaksaan Agung dan KPK diharapkan dapat bekerja sama secara maksimal untuk mengungkap kebenaran dan memastikan bahwa keadilan ditegakkan tanpa pandang bulu.

SUMBER : RRI

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *