Tesis:
Pendekatan militer dalam mendidik siswa “nakal” sering dianggap sebagai solusi cepat untuk menanamkan disiplin. Namun, efektivitasnya dalam jangka panjang masih diperdebatkan karena dampaknya yang bisa mengarah pada perbaikan perilaku atau justru menciptakan luka psikologis. Oleh karena itu, pendekatan ini perlu dikaji secara kritis, dengan mempertimbangkan manfaat dan risikonya secara menyeluruh.
ARGUMEN PRO: DISIPLIN DAN KETANGGUHAN SEBAGAI BEKAL HIDUP
Membentuk Karakter Disiplin dan Bertanggung Jawab
Didikan militer mampu membentuk pola hidup yang teratur dan tanggung jawab yang tinggi. Dalam riset yang dilakukan oleh American Psychological Association (APA) pada 2020 terhadap program military-style boot camps di AS, ditemukan bahwa peserta menunjukkan peningkatan disiplin diri dan ketekunan setelah mengikuti pelatihan intensif selama tiga bulan.
Meningkatkan Ketahanan Mental dan Fisik
Lingkungan militer mengajarkan siswa untuk menghadapi tekanan dan menyelesaikan tantangan. Program pelatihan semacam ini telah diterapkan di Korea Selatan dan Tiongkok terhadap remaja berisiko, dengan hasil menunjukkan peningkatan kontrol emosi dan pengendalian diri pada sebagian besar peserta (Lee & Han, 2019).
Mendorong Rasa Nasionalisme dan Etika Sosial
Pendidikan militer sering memasukkan nilai-nilai bela negara dan kepedulian terhadap masyarakat. Hal ini bisa memperkuat karakter sosial dan semangat kebangsaan. Di Indonesia, Program Pendidikan Karakter Berbasis Semi-Militer yang diujicobakan di beberapa daerah pada 2023 menunjukkan peningkatan nilai tanggung jawab sosial siswa sebesar 27% (Kemdikbudristek, 2024).
ARGUMEN KONTRA: KETAKUTAN BUKANLAH PEMBELAJARAN
Risiko Psikologis dan Kekerasan Terselubung
Pendekatan militer sering menggunakan tekanan verbal atau fisik yang tidak semua siswa mampu tanggung. Menurut riset Save the Children (2021), anak-anak yang mengalami pendekatan keras dalam pendidikan berisiko tiga kali lebih besar mengalami gangguan kecemasan dan depresi di kemudian hari.
Menghambat Daya Kritis dan Kreativitas
Sistem komando dan kepatuhan mutlak berpotensi menghambat kemampuan berpikir mandiri dan kreatif. Psikolog pendidikan Howard Gardner menyatakan bahwa kreativitas berkembang dalam ruang yang mendukung kebebasan berpikir, bukan dalam lingkungan seragam dan kaku.
Stigma dan Labelisasi Sosial
Anak yang dikirim ke pelatihan militer bisa mendapatkan label negatif seperti “bermasalah” atau “nakal”, yang bisa tertanam dalam jati diri mereka. Efek jangka panjang dari stigma ini berpotensi menurunkan harga diri dan memengaruhi interaksi sosial maupun pencapaian pendidikan.
MEMADUKAN DISIPLIN DENGAN EMPATI
Pendidikan militer dapat menjadi sarana membentuk disiplin dan tanggung jawab jika dijalankan secara manusiawi dan tidak menyimpang dari prinsip hak anak. Namun, bila diterapkan secara keras tanpa pendekatan psikologis yang mendalam, justru dapat menciptakan kerusakan karakter dan trauma jangka panjang.
Pendekatan yang ideal adalah perpaduan antara ketegasan dan empati: memberikan struktur, tapi tetap mendengarkan anak; mendidik dengan tanggung jawab, bukan ketakutan. Pendidikan sejati bukan sekadar mengubah perilaku, tapi membentuk kesadaran dan kemanusiaan.***