Andingingi, ritual adat Suku Kajang, menjadi sorotan dalam Festival Pinisi ke-14 pada 2024. Ritual ini mencerminkan prinsip hidup Suku Kajang yang menjunjung kesederhanaan dan memegang teguh adat tradisional. Suku Kajang yang menetap di Desa Tana Toa, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan, tetap mempertahankan gaya hidup tanpa listrik dan memakai pakaian hitam serta tanpa alas kaki.
Ammatoa, pemimpin adat Kajang, dipilih melalui proses ritual di hutan keramat, bukan karena keturunan, dan menjabat seumur hidup. Ritual Andingingi, yang berarti ‘mendinginkan’, digelar setiap tahun untuk memohon keselamatan dan keberkahan dalam mengelola sumber daya alam, serta mendatangkan hujan bagi pertanian.
Ritual ini dimulai dengan prosesi palenteng ere, di mana air suci dipercikkan ke delapan penjuru mata angin, yang dipercaya membawa keberkahan. Dilanjutkan dengan pemberian bedak cair (bacca’) dan pemberkatan sesajen yang terdiri dari bahan-bahan alami, seperti beras, pisang, dan hasil sungai, yang hanya diambil atas izin Ammatoa.
Pesan dari ritual ini adalah pentingnya menjaga keseimbangan antara manusia dan alam. Ritual Andingingi kini semakin dikenal sebagai bagian penting dari Festival Pinisi, menambah nilai filosofi budaya Kajang yang mengajarkan harmoni dengan alam dan sesama.